TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tekad pemerintah menghentikan ekspor mineral dan batu bara (Minerba) dalam bentuk mentah.
Walaupun langkah tersebut menuai protes dari berbagai negara lain melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), pemerintah tetap akan stop ekspor bahan mentah.
Menurutnya, kebijakan ini perlu diambil dalam rangka hilirisasi industri.
Baca juga: Jerinx SID Tunjukkan Foto Pria Diduga Adam Deni yang Hina Presiden Jokowi, Minta Polisi Usut Tuntas
"Jadi jangan sekali lagi berpikir, sekali lagi, ekspor bahan mentah, ekspor raw material, ekspor nickel ore. Enggak, enggak, enggak, enggak, enggak," ucap Jokowi dalam acara pelepasan ekspor perdana tahun 2022 Smelting Grade Alumina, Kabupaten Bintan, Selasa (25/1/2022) dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden.
"Dan dengan risiko apapun, satu-persatu akan saya stop. Nickel ore, stop. Ini kita digugat oleh WTO, silakan gugat."
"Nanti stop bauksit, stop. Ada yang gugat lagi, silakan gugat. Enggak apa-apa, kita hadapi," imbuh dia.
Jokowi menekankan pentingnya hilirisasi industri dengan langkah awal mengehentikan ekspor bahan mentah.
Dia meminta perusahaan-perusahan untuk mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Baca juga: RI Ambil Alih Kendali Udara dari Singapura, Ini Sederet Potret Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo
Sehingga, bisa meningkatkan nilai tambah barang tersebut.
"Seperti tadi disampaikan oleh Pak Airlangga Hartarto. Harusnya bisa 15 kali lipat, hanya dijual 30 tadi. Padahal kalau menjadi barang jadi bisa 700."
"Ini enggak bisa diterus-teruskan," jelas Jokowi.
Dia pun menceritakan pengalamannya berkunjung ke Muara Enim untuk peletakan batu pertama pembangunan industri DME/dimetil eter.
Baca juga: Cegah Krisis Pasokan Batubara, Pemerintah Diminta Bentuk Badan Khusus DMO
Dari kunjungan itu, Presiden melihat potensi besar yang dimiliki perusahaan Indonesia terhadap hilirisasi industri.
"Tadi kembali ke DME/dimetil eter. Kita punya bahan baku banyak sekali. Gede sekali. Kita malah impor LPG Rp80-an triliun setiap tahun. Terlalu nyaman kita ini, terlalu enak kita ini," ucap dia.