TRIBUNNEWS.COM – Hingga penghujung tahun 2021, problematika sampah plastik di Pulau Dewata belum menunjukan perbaikan signifikan.
Terkini, laporan bertajuk Impact Report October 2020-December 2021 yang dilakukan Sungai Watch, lembaga nirlaba lingkungan yang berbasis di Bali, mencatat adanya 333.336 kilogram sampah anorganik di Bali, termasuk sampah plastik, yang berhasil dikumpulkan dari 105 trash barrier yang dipasang di sejumlah titik sungai di Bali.
Secara lebih terperinci, timbulan sampah anorganik didominasi oleh 89% plastik, 8% kaca, 2% kain, dan 1% logam.
Baca juga: Limbah Tes Antigen Kotori Selat Bali, Menteri Trenggono: Laut Bukan Keranjang Sampah!
Menariknya, dari sampah anorganik yang dikumpulkan tersebut, peneliti Sungai Watch turut mengaudit merek-merek dari korporasi yang ditemukan pada kemasan produk sampah tersebut. Hasil identifikasi mencatat ada 550 perusahaan induk dan lebih dari 800 merek yang menyumbang sampah anorganik di Bali, sebagian besar plastik.
Dari hasil analisis total 227.842 keping sampah anorganik yang diaudit selama Oktober 2020 hingga Desember 2021, tiga sampah anorganik terbanyak adalah kemasan sachet sebanyak 69.825 keping, gelas plastik sebanyak 67.242 keping, dan botol plastik sebanyak 38. 614 keping.
Dari jumlah tersebut, Sungai Watch mengidentifikasi perusahaan pencemar terbesar yakni salah satu perusahaan induk multinasional ternama yang menyumbang 27.486 keping sampah atau 12% dari total keping yang dianalisis.
Dapat disimpulkan bahwa korporasi mendominasi produksi timbulan sampah plastik di Bali, meskipun regulasi penanganan sampah plastik sekali pakai perusahaan telah disahkan sejak 1 Juli 2019 lalu.
Baca juga: Wakil Menteri LHK Dukung Peran Industri dalam Pengelolaan Sampah di Jimbaran
Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai sempat digaungkan sebagai regulasi progresif untuk mengatasi pengelolaan sampah di Bali.
Pergub Nomor 97 Tahun 2018 tersebut secara spesifik melarang produsen, distributor dan pelaku usaha untuk memproduksi, mendistribusikan dan menyediakan kantong plastik, styrofoam dan sedotan plastik.
Namun, tampaknya sampah korporasi masih jadi poroblematika yang tak ada habisnya di Pulau Dewata.
Dalam artikel Tribunnews 21 Desember 2020, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Teja, mengklaim kebijakan tersebut telah membuahkan penurunan penggunaan plastik yang signifikan dilihat dari berkurangnya limbah plastik di TPA.
Baca juga: Wakil Menteri LHK Dukung Peran Industri dalam Pengelolaan Sampah di Jimbaran
"Di TPA sudah mulai ada penurunan-penurunan terhadap (sampah) plastik (atau) kresek," kata Teja.
Sayangnya, kenyataan di lapangan tak demikian. Melansir Mongabay Indonesia, dua tahun pasca Pergub tersebut dirilis, Bali masih menghasilkan sekitar 4.281 ton sampah per hari atau 1,5 juta ton tiap tahun. Sekitar 829 ton atau 20 persennya adalah sampah plastik.
KTT G20 Bali 2022 di depan mata, apa yang harus dilakukan?