News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Soal Wacana Penundaan Pemilu, Pakar Hukum: Pembangkangan Konstitusi

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara, Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid.

Disampaikan Fahri, prinsip “necessity”termasuk mengambil dan menetapkan beleeid tertentu, yang salah satunya adalah opsi Dekrit dengan segala konsekwensinya, baik politik maupun hukum, untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024.

Dengan demikian, konsep usulan penundaan Pemilu yang disampaikan oleh interest group tersebut setelah ditelaah secara mendalam dan cermat, ternyata mempunyai potensi pelanggaran serta berakibat terjadinya pembangkangan secara terbuka terhadap konstitusi.

“Dan lebih jauh mempunyai daya rusak yang sangat elementer, dan destruktif terhadap perkembangan konsolidasi demokrasi konstitusional yang telah diatur dalam konstitusi,” paparnya.

Menurut Fahri, dalam sebuah negara demokrasi konstitusional, setiap diskursus yang dilontarkan setiap warga negara adalah sesuatu yang generik.

Tetapi, kata dia, harus disertai dengan suatu tanggung jawab serta standar moral tinggi untuk kepentingan kemaslahatan yang jauh lebih besar untuk bangsa dan negara. Dan idealnya harus berangkat dari spirit sebagai negarawan sejati.

Dia menjelaskan, secara filosofis, adagium hukum yang menegaskan bahwa “ubi societas ibi ius” dimana ada masyarakat disitu ada hukum, keberadaan hukum pada masyarakat merupakan instrumen penting untuk menciptakan ketertiban di masyarakat karena dalam suatu lingkungan sosial

Di mana hubungan relasi antar sesama manusia sering menimbulkan potensi konflik antar kepentingan masyarakat tersebut, yang keberadaannya menjadi sangat penting.

"Oleh sebab itu, sebagai alat “Tool” untuk menjaga dan menjamin adanya ketertiban sosial, maka ketaatan terhadap hukum (konstitusi) wajib untuk dilaksanakan," tuturnya.

Baca juga: Cak Imin Minta Pemilu Ditunda 2 Tahun, Perindo: Tidak Mungkin, Presiden Tak Tertarik 3 Periode

Secara doktrinal, Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional, tentunya menempatkan konstitusi sebagai hukum dasar yang supreme, serta wajib untuk dilaksanakan, bukan untuk diperdebatkan yang pada ahirnya melahirkan sikap pembangkangan terhadap nilai serta norma konstitusi itu sendiri, “Constitution Disobedience”.

“Pada hakikatnya UUD NRI Tahun 1945 harus dipedomani dan dilaksanakan oleh seluruh komponen masyarakat dan penyelenggara negara, serta pada sisi yang lain konstitusi harus ditempatkan sebagai rujukan dalam pencarian solusi atas persoalan kenegaraan dan kebangsaan yang timbul,” tambahnya.

Fahri berpendapat, usulan penundaan Pemilu ini tentunya tidak terwadahi serta tidak dikenal dalam rumusan norma konstitusi, sehingga tentunya menjadi tidak sejalan dengan konstitusi dan UU tentang Pemilu itu sendiri, dengan demikian usulan itu hanya dapat dipandang sebagai “Ius constituendum”
atau konsep hukum yang dicita-citakan, dan belum diakomodasi dalam konstitusi,

“Sebagai sebuah negara hukum, kita wajib menjunjung tinggi hukum dan konstitusi “UUD NRI Tahun 1945 atau “Ius constitutum”

Bahwa pelembagaan Pemilu telah didesain sedemikian rupa dalam kesisteman UUD 1945, agar prinsip kedaulatan rakyat secara esensial dapat disalurkan secara “fixed term” demi tercipta suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, damai, serta tertib demi mencapai tujuan negara yang sesungguhnya,” tambahnya.

Fahri berpendapat bahwa hal ini telah terkonfirmasi melalui rumusan-rumusan teks konstitusi berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan (3), yang diatur bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” selanjunta disebut bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Baca juga: Wacana Jokowi 3 Periode, GMKI Minta Pemerintah Tetap Fokus Kerja

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini