TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumah Demokrasi Menolak Tunda Pemilu dengan membuat lagu (tetap) Pemilu 2024.
"Kampanye ini diharapkan dapat diikuti oleh penggiat demokrasi, kalangan kampus, relawan dan aktivis Pemilu," ujar Pimpinan Rumah Demokrasi, Ramdansyah, Senin (28/2/2022).
Ramdansyah yang juga mantan Ketua Panwaslu DKI ini berpandangan bahwa dalam politik tidak ada yang terjadi secara kebetulan, melainkan sudah dirancang atau direncanakan.
Mendasarkan cara pandang Jenderal Prusia Carl von Clausewitz, adalah sebuah strategi untuk memenangkan perang atau kontestasi.
"Saat Ketua-Ketua Umum Partai berbicara mengenai penundaan Pemilu 2024 maka pernyataan itu bisa dibaca dengan cara demikian," ujar mantan ketua Panwaslu DKI 2008 ini.
Baca juga: Pengamat Nilai PDIP dan Gerindra Bakal Konsisten Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024
Baca juga: Din Syamsuddin Bakal Deklarasikan Partai Pelita Siang Ini
Ramdansyah menganalisa alasan penundaan yang diungkapkan ketua partai yakni pemulihan ekonomi atau pandemi.
Ia mengatakan sejumlah Pilkada tahun 2020 dapat digelar pada masa pandemi dan bisa dilakukan hanya dengan persiapan kurang lebih enam bulan.
"Sekarang Pemilu 2024 dengan persiapan lebih dari satu tahun, tidak mungkin menjadi alasan untuk penundaan Pemilu 2024," ujar mantan sekjen Partai Idaman tersebut.
Ramdansyah menegaskan isu penundaan Pemilu dapat meresahkan masyarakat, dan itu bentuk pelanggaran konstitusi.
Dalam teori ketatanegaraan, pelanggaran atas konstitusi hanya dimungkinkan dalam kondisi yang sangat darurat.
Itupun dengan pertimbangan dan asumsi yang jelas terkait definisi untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat.
Baca juga: Ketum Parpol Hembuskan Wacana Penundaan Pemilu, Muhammadiyah: Berpotensi Langgar Konstitusi
Dengan demikian persoalan konstitusional lainnya adalah penambahan masa jabatan presiden, memperpanjang masa jabatan parlemen, dan kepala daerah.
"Boleh dikatakan bahwa ini akan menyebabkan pelanggaran konstitusi secara berjamaah," tambahnya.
Ia juga menduga wacana penundaan Pemilu ini sebagai “persoalan menjaga kekuasaan”.