News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Alasan Tak Ada Nama Soeharto di Keppres tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara 1 Maret

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Ini alasan pemerintah soal Nama Soeharto yang tidak dicantumkan dalam Kepres No. 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara menjadi polemik.

TRIBUNNEWS.COM - Nama Soeharto yang tidak dicantumkan dalam Keppres No. 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara menjadi polemik.

Seperti diketahui, pemerintah kini menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Penetapan tersebut tak lepas dari sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Dikutip dari laman Kemdikbud, Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Dalam sejarah peristiwa itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan.

Permintaan itu kemudian disetujui oleh Jenderal Sudirman dan meminta Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.

Baca juga: 1 Maret Ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Ini Pertimbangannya

Baca juga: Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga Ditetapkan Sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara

Namun demikian, nama Soeharto tidak dicantumkan dalam Keppres tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara itu.

Pemerintah dituding mencoba menghilangkan nama Soeharto dalam sejarah.

Atas hal itu, Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, pun memberikan penjelasannya.

Mahfud menerangkan, tidak adanya nama Soeharto dalam Keppres tersebut bukan berati nama Soeharto dihilangkan dari sejarah.

Keppres tersebut bukan buku sejarah dan menekankan tentang momen krusial dalam perjalanan sejarah.

Namun demikian, pelaku dan peristiwa sejarahnya yang kronologis masih tertulis utuh di Naskah Akademik Kepres tersebut.

"Ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial terjadinya peristiwa yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah. Kalau buku sejarah tentu menyebutkan nama orang yang banyak."

"Ini hanya menyebutkan bahwa hari itu adalah hari penegakkan kedaulatan negara," kata Mahfud dalam sebuah video yang diunggah di YouTube Kemenko Polhukam RI, seraya menunjukkan naskah akademik peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu.

Baca juga: Pemerintah Tetapkan 1 Maret Hari Kedaulatan, LaNyalla Apresiasi Inisiasi Sri Sultan Hamengkubuwono X

Naskah Akademik tersebut merupakan hasil seminar yang dibuat oleh Pemda DIY bersama Pemerintah Indonesia serta sejumlah Universitas.

Buku tersebut menggunakan lebih dari 100 referensi dan didalamnya nama Soeharto disebut berulang-ulang.

"Disini nama Soeharto disebut banyak, tetapi tidak perlu disebut di dalam Kepres karena penggagas dan pengarhanya serta pelaksananya memberi perintahnya itu Panglima Jenderal Soedirman atas kebijakan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamangkubuwono XI yang juga sebagai penguasa Yogyakarta," terang Mahfud.

Menurutnya, banyak tokoh penting lainnya yang juga menjadi pelaku sejarah tersebut, namun juga tidak ditulis dalam Keppres.

Peran Soeharto, Nasution, Urip Sumoharjo, Simatupang, Kawilarang, Soedarto, dan ratusan lainnya tidak disebut di Kepres tapi disebut di Naskah Akademik peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu.

Hal itu sebagaimana dalam Naskah Proklanasi 17 Agustus 1945 yang hanya memuat dua nama proklamator yakni Soekarno-Hatta.

Padahal banyak sekali yang berperan seperti Rajiman, Suroso, Wahid Hasyim, Ki Hajar, Yamin, Sukiman, dan lain-lain.

Kecuali Soekarno dan Hatta semua itu tak ditulis di naskah proklamasi tapi perannya tetap tercantum di dalam sejarah kemerdekaan.

Bagi Pemerintah Kepres No.2 Tahun 2022 merupakan penetapan "Hari H" krusial dalam sejarah tetapi karena Keppres bukanlah buku sejarah maka tak menulis detail petistiwa dan pelaku di lapangan di dalamnya.

Detail petistiwa dan pelaku termasuk peralatan dan tempat penyerbuan masih utuh dalam kronologi sejarah yang ditulis sebagai Naskah Akademik utk membuat Kepres tersebut.

(Tribunnews.com/Tio)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini