Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi demonstrasi oleh puluhan mahasiswa Papua di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat ricuh.
Puluhan peserta demo terlibat bentrok dengan polisi yang mengamankan jalannya aksi.
Aksi ini menuntut penolakan pemekaran wilayah Papua yang tengah dicanangakan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
Baca juga: Ratusan Polisi Berjaga di Jayapura, Antisipasi Aksi Damai Menolak Pemekaran Daerah Otonomi Baru
Kericuhan mahasiswa dengan aparat mengakibatkan satu anggota polisi terluka akibat terkena pukulan oleh mahasiswa.
"Pemukulan oleh pendemo mahasiswa Papua," kata Kapolsek Sawah Besar, Komisaris Polisi Maulana Mukarom kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).
Maulana mengatakan, anggota polisi yang terkena itu adalah Kepala Satuan Intelijen Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Polisi Ferikson Tampubolon.
Akibat pemukulan itu, Ferikson mengalami luka serius di kepalanya hingga robek.
"Mengakibatkan luka robek di kepala," ujar Maulana.
Aksi itu dilakukan sebagai reaksi atas wacana pemekaran wilayah Papua dengan membentuk daerah otonom baru (DOB) yang menuai kontroversi bagi sebagian rakyat Papua.
Dalam wacana yang tengah disusun, 6 provinsi yang diusulkan menjadi daerah otonomi baru itu antara lain Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dan Papua Tabi Saireri. Kebijakan pemekaran ini merujuk Pasal 76.
Baca juga: Siang Ini Amnesty Internasional - Komnas HAM Gelar Audiensi Persoalan Papua
Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua jilid II yang sudah direvisi. Dalam Pasal 76 ayat 2, rencana pemekaran di Papua bisa dilakukan oleh Pemerintah dan DPR. Sebelum direvisi, pemekaran mesti harus mendapat persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua.
Namun, wacana ini membuat sebaian elemen masyarakat Papua menilai pemekaran itu bukan solusi mengatasi persoalan Papua. Salah satu alasannya karena sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur di Papua belum siap untuk pemekaran. Selain itu, dengan DOB sama dengan memarjinalisasikan warga Papua.