News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Menteri KKP

Deretan Kritik soal Putusan MA Pangkas Hukuman Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun Penjara

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP),?Edhy Prabowo usai mengikuti persidangan dalam kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (15/7/2021). Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 5 tahun dan harus membayar denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan penjara serta pidana pembayaran uang pengganti terhadap Edhy Prabowo sejumlah Rp 9.687.447.219 dan US$ 77.000 yang harus dibayarkan dalam waktu 1 bulan dan jika tidak sanggup maka harta benda akan disita dan dilelang untuk menutupi biaya uang pengganti. Tribunnews/Jeprima

Isnur juga menganggap tren itu kian tampak setelah Artidjo Alkostar tidak lagi duduk sebagai hakim agung.

“Setelah Pak Artidjo pensiun kita melihat ada semacam perubahan semangat di MA dengan memberikan putusan ringan atau membebaskan terdakwa perkara korupsi,” jelasnya.

Tak ketinggalan, kritik juga dikatakan oleh pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Menurutnya, MA harus melihat kasus yang menimpa Edhy dari segi jabatannya sebagai menteri.

Hadjar menilai jabatan tersebut seharusnya menjadi faktor pemberat dalam perkara korupsi Edhy ini.

“Jika MA mempertimbangkan kinerja seseorang ketika menjabat dalam jabatan publik sebagai menteri, dalam kasus Edhy Prabowo maka seharusnya jabatan itu menjadi faktor yang memberatkan hukuman,” ujar Hadjar.

Dari segi hukum, kata Hadjar, orang yang menduduki jabatan publik sebagai menteri harus melahirkan kewajiban dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat.

Lalu, lanjutnya, menteri diangkat oleh presiden dan digaji oleh rakyat karena pendapatan negara berasal dari pajak rakyat.

“Ketika dia melakukan korupsi dalam jabatannya,sesungguhnya itu justru merupakan suatu pengkhianatan terhadap tugas dan kewajiban kepada negara dan rakyat,” tuturnya.

Kemudian, Hadjar mengatakan MA sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indoensia memiliki kewenangan mengurangi atau menambah hukuman.

Sementara, hukuman adalah konteks yuridis dari konsekuensi perbuatan seseorang.

Hadjar menambahkan, masa dan bentuk hukuman itu dibatasi oleh pasal-pasal yang dilanggar, atau ketentuan-ketentuan hukum pidana.

“Hakim dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung tidak boleh memberikan hukuman melebihi batas maksimal dari hukuman dalam sebuah ketentuan.”

“Bahwa ada pengurangan atau penambahan hukuman itu memang kewenangan lembaga peradilan,” kata Hadjar.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini