Kelangkaan minyak goreng harus menjadi pelajaran serius bagi pemerintah.
“Suplai minyak bumi dan gas kita sebagian besar dari Arab Saudi, Singapura, Malaysia, Uni Emirat Arab, Nigeria, dan Amerika Serikat. Sejauh ini hanya Uni Emirat Arab yang menyanggupi penambahan kapasitas produksi minyaknya ke pasar global,” jelasnya.
Karena itu, pemerintah perlu memastikan kepada negara-negara tersebut, termasuk mencari alternatif, misalnya dari Venezuela dan Iran, meskipun keduanya tengah dalam sanksi Amerika Serikat.
Disamping itu tegas Said, pemerintah perlu memastikan kepatuhan hedging kepada sejumlah badan usaha yang menjalankan impor, baik BUMN maupun swasta.
Tingginya harga komoditas yang didapatkan dari impor potensial memberi tekanan kepada nilai tukar mata uang.
“Depresiasi terhadap rupiah akan berdampak pada beban meningkatnya beban dan bunga utang valas pemerintah dan swasta,” imbuhnya.
Program Pengungkapan Sukarela
Lebih lanjut, Said menjelaskan pada awal Maret 2022 ini Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak menembus angka Rp 21,44 triliun, meningkat dari Februari 2022 sebesar Rp 18,72 triliun.
Untuk harga yang diniatkan investasi pada sektor energi, pemerintah harus melakukan percepatan investasi energi, khususnya energi terbarukan.
Setidaknya dalam waktu dekat ini sudah bisa merealisasikan program B40 untuk mengurangi ketergantungan pasokan minyak impor.
Disamping itu, peluasan basis ekspor, terutama komoditas yang memang bisa dijalankan dengan cepat.
Tahun lalu, Indonesia mencatatkan kinerja perdagangan yang positif akibat kenaikan harga komoditas ekspor andalan seperti; kelapa sawit, batubara, dan berbagai komoditas rempah rempah.
Terlebih lagi Undang Undang HPP memberikan insentif pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang dan jasa ekspor.
Tujuan dari pembebasan ini pada UU HPP untuk mendorong kontribusi ekspor nasional makin besar dalam struktur PDB yang masih didominasi konsumsi rumah tangga sebesar 54 persen.
Selain itu akan menebalkan cadangan devisa.
“Memberlakukan tarif PPn 11% per 1 April secara selektif utamanya pendidikan dan kesehatan yang tidak beorientasi bisnis. Dan sebagai ganti kekurangan penerimaan PPN terkait hal ini, pemerintah dapat menggunakan ketentuan pasal 7 ayat 3 UU HPP untuk menaikkan PPn diatas 11% terhadap barang kena PPn lainnya,” pungkasnya.