Untuk memberantas paham radikalisme, pemerintah telah melakukan berbagai macam langkah.
Salah satu dasarnya adalah arahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih dari paham radikalisme.
Presiden Jokowi juga berpesan bahwa bidang pertahanan-keamanan harus tanggap dan siap menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Pada tahun 2019, sebelas kementerian dan lembaga menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan.
Baca juga: Densus 88 Serahkan Bukti dan Dokumen Terkait Penangkapan Terduga Teroris di Sukoharjo ke Komnas HAM
Sebelas instansi tersebut adalah Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi ASN.
Pada tahun 2021, Kementerian PANRB dan BKN juga mengeluarkan SE Bersama tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya.
Dalam SE dijelaskan ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat dalam paham radikalisme.
ASN yang dicurigai memiliki paham radikal atau terafiliasi organisasi terorisme, dapat diadukan melalui portal aduanasn.id disertakan bukti. Nantinya jika terbukti, akan dilakukan sanksi tegas terhadap oknum tersebut.
Secara berkala, Kementerian PANRB melaksanakan sidang Badan Pertimbangan ASN untuk penjatuhan sanksi bagi ASN yang bermasalah.
“Jadi kalau memang ada ASN yang diam-diam tertangkap tangan atau ada bukti yang kuat tidak hanya dari PPK tapi dari laporan masyarakat, laporan teman-teman pers, itu bisa diproses dalam sidang BP ASN,” tutup Tjahjo.