TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati Politik Internasional dan Isu-isu Strategis Prof Imron Cotan, menilai Indonesia masih memiliki momentum untuk mendorong penyelesaian konflik Rusia-Ukraina melalui jalur diplomasi atau perundingan, berbasis BAB IV Piagam PBB, tentang penylesaian konflik melalui cara damai.
Indonesia, dikatakan Imron, memiliki rekam jejak cukup baik dalam mengakhiri konflik di dunia.
Dia mencontohkan keberhasilan Indonesia mengakhiri konflik Kamboja melalui Jakarta Informal Meeting atau JIM pada tahun 1988 dan 1989.
Hal itu dikatakan Imron dalam Webinar Moya Institute bertajuk “Dampak Global Invasi Rusia ke Ukraina ", Jumat (18/3/2022).
"Indonesia memiliki rekam jejak baik, sehingga cukup mampu untuk turut berperan menyelesaikan perang Rusia-Ukraina, apalagi posisi kita sebagai Presiden G-20. Kita belum kehilangan momentum," kata Imron.
Imron pun menyarankan Dubes Ukraina di Jakarta menaikkan perhatian Presiden Zelensky untuk mempertimbangkan Indonesia sebagai penengah yang jujur di dalam perang di palagan Eropa tersebut.
Sehingga mereka mau menerima peran Indonesia sebagai negara penengah guna merintis perdamaian di kawasan tersebut.
Imron mengaku merasa agak aneh, ketika Ukraina tak memandang negara sebesar Indonesia untuk turut menyelesaikan konflik yang mereka hadapi.
Baca juga: Pangkalan Militer Ukraina Diserang Rusia, Tentara yang Selamat Sebut dari 200 Orang 90% Tak Selamat
Malah, ujarnya, setelah Rusia melakukan invasi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terpikir untuk melakukan perundingan di Turki atau Azerbaijan.
"Saya agak aneh, ketika Ukraina tak mampu melihat Indonesia sebagai negara terbesar keempat di dunia yang mampu menengahi perang mereka dengan Rusia. Ini juga tugas Dubes kita di sana, untuk meningkatkan "awareness" (kesadaran) Presiden Zelensky tentang keberadaan dan kemampuan Indonesia dalam menyelesaikan konflik," ujar mantan Duta Besar RI Untuk Australia dan China itu.
Dalam kesempatan yang sama, Pakar Hukum Internasional Prof Dr Hikmahanto Juwana menyatakan, sebagai Presiden G-20, Presiden Jokowi seharusnya bisa mengambil peran lebih besar dalam menyelesaikan perang Rusia dan Ukraina.
Hikmahanto mencontohkan Turki, yang mampu membawa kedua negara ke dalam perundingan.
"Seharusnya, Indonesia sebagai Presiden G-20, mampu berperan lebih besar dari Turki. Apalagi, perang Rusia dan Ukraina ini sangat berpengaruh pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia," ujar Hikmahanto.
Hikmahanto pun meminta Pemerintah Indonesia untuk segera berperan apabila upaya Turki menyelesaikan perang kedua negara tersebut gagal.
"Indonesia jangan diam! Seharusnya bisa berperan di panggung dunia seperti era Bung Karno," ujar Hikmahanto.
Hikmahanto pun menyesalkan tindakan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia yang terkesan 'mengekor' kepentingan Amerika Serikat (AS) yang menghakimi Rusia melalui Resolusi Majelis Umum PBB.
Baca juga: Zelensky Peringatkan Dampak Jika Invasi Rusia Tak Kunjung Sepakati Damai
Diketahui, Indonesia bersama 140 negara lainnya mendukung resolusi Majelis Umum PBB tentang invasi Rusia ke Ukraina. Resolusi tersebut di antaranya, menuntut penarikan penuh pasukan Rusia dari wilayah Ukraina tanpa syarat.
"Seharusnya kita mengupayakan resolusi untuk gencatan senjata. Jangan mengutuk-ngutuk, apalagi menghakimi satu pihak. Tak usah," ujar Hikmahanto.
"Dan kita jangan ikut keinginan Amerika untuk menjatuhkan sanksi ekonomi pada Rusia. Kita jangan mengekor Amerika," tambahnya.