TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) masih melakukan pelacakan harta kekayaan atas hasil penipuan modus robot trading Viral Blast.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen pol Whisnu Hermawan mengatakan, dari hasil pelacakan itu pihaknya menyita aset-aset para tersangka yang merupakan petinggi dari PT Trust Global Karya atau Viral Blast berupa unit rumah.
"Satu unit rumah mewah di Graha Family milik tersangka Minggus Umboh, 1 unit rumah mewah di Green lake milik tersangka Zainal Hudha Purnama yang keduanya senilai 15 Miliar Rupiah," kata Whisnu dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Senin (21/3/2022).
Tak hanya itu, Whisnu menyebut tim Dittipdeksus Bareskrim Polri juga melakukan penggeledahan di Apartemen One Icon Residence Surabaya unit 5305-5306.
Adapun apartemen itu milik tersangka Putra Wibowo yang merupakan pendiri Viral Blast bersama para tersangka lainnya, serta melakukan penggeledahan di Kantor PT Trust Global di Royal Residence Surabaya.
"Dengan tujuan untuk menemukan dokumen terkait tindak pidana penipuan robot trading Viral Blast dan bukti-bukti harta kekayaan hasil kejahatan para tersangka," beber Whisnu.
Lebih jauh, Whisnu memastikan, selain di Surabaya, pihaknya juga melakuakn penggeledahan di 2 lokasi di Jakarta yaitu rumah di Grogol Petamburan, Jakarta Barat dan Kantor PT Trust Global di Rukan Garden Shopping Arcade, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Baca juga: Korban Robot Trading Viral Blast Terus Mengalir, Hari Ini Mereka Laporkan 4 Owner ke Polda Metro
Saat melakukan penggeladahan, Whisnu memastikan kalau kondisi kantor tersebut kosong yang berlangsung sejak Februari 2022.
"Langkah ini dilakukan untuk memaksimalkan upaya penyidikan yang dilakukan," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar dugaan jaringan investasi bodong melalui aplikasi robot trading bernama Viral Blast Global.
Adapun total nilai investasi dalam aplikasi tersebut mencapai Rp1,2 triliun.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menyampaikan bahwa total ada empat tersangka yang ditangkap oleh penyidik dalam kasus ini.
"Kami mendalami ada dugaan tindak pidana, undang-undang perdagangan dengan menggunakan skema pozi atau piramida. Diperkirakan membernya sudah mencapai 12.000 member dengan investasi sebesar Rp1,2 triliun," ujar Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/2/2022).
Dijelaskan Whisnu, kasus ini mencuat dalam lantaran sejumlah member merasa dirugikan menduduki kantor aplikasi Viral Blast Global di Surabaya, Jawa Timur. Mereka meminta pertanggungjawaban kepada pihak Viral Blast Global.
Whisnu menuturkan setidaknya masih terdapat satu tersangka yang dikejar pihak kepolisian. Sebaliknya, tersangka itu pun telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Menurutnya, aplikasi tersebut berada dalam perusahaan PT Trust Global karya yang tak memiliki izin melakukan perdagangan bisnis robot trading. Selain itu, mereka juga memakai skema ponzi dalam beroperasi selama ini.
"Hasil kejahatan dinikmati bersama-sama oleh para penggurus VIral Blast dan affiliasinya," jelas dia.
Dengan begitu, ketiga tersangka yang telah berhasil ditangkap berinisial RPW, ZHP dan MU. Mereka berperan memberikan presentasi dan meyakinkan calon member bahwa tidak akan rugi berinvestasi di Viral Blast.
Sementara itu, Kasubdit TPPU Kombes Pol Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana mengungkapkan perusahaan Viral Blast Global diketahui memasarkan produk e-book kepada membernya untuk digunakan trading.
Member yang bergabung diminta menyetorkan sejumlah uang sesuai paket yang ditawarkan untuk membeli e-book tersebut. Bonus yang dijanjikan setiap merekrut member baru sebear 10 persen.
"Bonus untuk perekrutan dengan sistem Unilevel dengan total profit sharing 65 persen dari 20 persen keuntungan perusahaan," jelas dia.
Setelah itu, uang hasil penjualan tersebut dimasukkan ke dalam rekening exchanger yang telah ditunjuk untuk kemudian didistribusikan kepada pengurus aplikasi tersebut.
Diduga, mereka aktif melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan dan membayarkan uang hasil kejahatan tersebut.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 105 jo Pasal 9 dan/atau Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Para tersangka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.