Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro menilai kebijakan harus dibuat berdasarkan sains.
Pembuat kebijakan, kata Satryo, perlu menggunakan berbagai macam sumber sains agar kebijakan yang dihasilkan memiliki kekuatan.
"Ketidakpahaman mengenai science dan literasi science yang rendah mengakibatkan science dianggap tidak ada manfaatnya sehingga tidak punya kekuatan dalam membuat kebijakan," kata Satryo melalui keterangan tertulis, Rabu (23/3/2022).
Hal tersebut diungkapkan oleh Satryo dalam webinar Ruang Bincang: “Pelibatan Pemerintah Indonesia dan Komunitas dalam Knowledge to Policy Selama Pandemi”.
Menurutnya, perlu intervensi mengenai kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan.
Setelah sains sudah dianggap penting, menurutnya, perlu ada intervensi agar masyarakat paham tentang literasi sains.
Baca juga: Ganjar Pranowo: FSB 2022 Pintu Awal Mempelajari Sains dan Budaya
"Intervensi bukan hanya untuk masyarakat umum tapi justru untuk para pemimpin, pembuat kebijakan," katanya.
Berbagai kajian tentang knowledge-to-policy (K2P) sering dimulai dari perspektif bahwa ada kesenjangan antara pengetahuan dan praktik.
Proses pengetahuan ke kebijakan memiliki tantangan tersendiri seperti riset yang relevan dan advokasi yang berkelanjutan.
Para produsen pengetahuan seperti think tanks memiliki peranan besar dalam menghasilkan informasi yang tepat sasaran dan strategis.
Sementara itu, Professor of Law and Regulation, School of Regulation and Global Governance, Australian National University (ANU), Veronica Taylor, memberikan tanggapan terkait pembelajaran internasional dalam mendorong perbaikan ekosistem riset dan inovasi.
"Indonesia adalah negara besar dengan sumber daya yang beranekaragam. Namun, hasil pembangunannya tidak merata. Di Australia, kami mengalami hal yang sama," ungkap Veronica.
Sumber daya ini, kata Veronica, harus bisa sama rata secara nasional. Sehingga kapasitas nasional bisa terangkat bersama.
Di Australia, ketika sebuah lembaga menerima pendanaan riset, maka lembaga tersebut harus bekerjasama dengan daerah setempat di tempat kajian.
"Pemerintah harus bisa membagi berdasarkan karakter geografi. Indonesia punya talent yang bagus. Ini dapat diatur sehingga mitra kerja pemerintah bisa sama rata dan bisa berkolaborasi lebih baik," pungkas Veronica.