"Terdapat beberapa kode etik yang dilanggarnya, salah satunya metode Digital Subtraction Angiography (DSA)," ujarnya.
Ia menjelaskan terlapor telah melakukan tindakan terapi atau pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai brain washing (BW) atau cuci otak melalui metode diagnostik DSA setidaknya sejak Juli 2013.
Baca juga: BHP2A IDI: Pemberhentian Terawan dari Keanggotaan IDI Merupakan Polemik Panjang Sejak Tahun 2013
"Metode tersebut pada saat itu, belum ada evidence based medicine (EBM)-nya," kata Beni.
Terlapor telah beraudiensi di kantor MKEK PB IDI pada 30 Agustus 2013 silam.
Saat itu MKEK menyarankan terlapor menuliskan dasar-dasar tindakan medis tersebut di dalam majalah ilmiah atau buletin resmi di RSPAD.
Ia mengemukakan, terlapor menyanggupi untuk menuliskannya dalam majalah neurologi, dalam waktu tiga bulan mulai saat 30 Agustus 2013, namun sampai saat ini tidak ada laporan ke MKEK.
Lebih lanjut, Tim MKEK juga menerima laporan dugaan pelanggaran etik dari Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP Perdossi) pada tahun 2016, ditemukan pula keberatan dari PP Perdossi salah satunya terkait mengiklankan diri berlebihan.
Baca juga: Menko PMK Menilai Pemecatan Terawan Berlebihan, Semestinya Bisa Diselesaikan Baik-baik
"Laporan biaya besar tindakan (BW) yang belum ada EBM-nya, dan pengiklanan besar-besaran tersebut membuat keresahan di kalangan anggota Perdossi maupun pasien-pasien neurologi," beber Beni.
Pemberhentian dilakukan berdasarkan hasil keputusan Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, Jumat (25/3/2022).
Berdasarkan surat rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI menyatakan Terawan telah melanggar etik.
PB IDI menyebut pemberhentian Terawan akan dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 28 hari kerja.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)
Baca berita lainnya terkait Dokter Terawan Diberhentikan dari IDI.