News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Tito Karnavian Tanggapi soal Perpanjang Masa Jabatan Presiden, Sebut UUD 1945 Bukan Kitab Suci

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan pentingnya kekompakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengantisipasi lonjakan kasus penularan Covid-19 pasca Idul Fitri 1442 H.

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menanggapi soal isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Respons tersebut dirinya kaitkan dengan wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang sempat digulirkan partai politik sehingga menimbulkan polemik.

Eks Kapolri itu menyebut UUD 1945 bukanlah kitab suci sehingga menurutnya amandemen bukanlah hal yang tabu.

Ia pun juga menyatakan amandemen terhadap UUD 1945 tidak melanggar aturan.

Baca juga: Pengamat Sarankan Jokowi Tegas Tolak Usul Perpanjangan Masa Jabatan Jika Memang Seorang Negarawan

Baca juga: Komisi II DPR RI Minta Apdesi Ditindak Terkait Seruan Jokowi 3 Periode, Ini Jawaban Menteri Tito

Namun Tito menjelaskan amandemen akan menjadi tabu ketika mengubah pembukaan UUD 1945.

“UUD kita pernah diamandemen enggak? Bukan yang baru kan? Yang tabu (jika mengamandemen) pembukaannya.”

“Itu tabu. Kitab suci tabu,” jelasnya pada Selasa (5/4/2022) dikutip dari Kompas TV.

Di sisi lain, Tito tetap mengakui perpanjangan masa jabatan presiden sudah diatur dalam konstitusi meski menurutnya tidak ada larangan untuk melakukan amandemen.

“Kalau ada perubahan UUD, apakah itu ada larangan?” ujar Tito.

Selain itu, Tito juga mengomentari terkait dukungan dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) kepada Presiden Jokowi agar menjabat hingga tiga periode.

Ia membantah bahwa acara yang bertajuk Silaturahmi Nasional Desa 2022 tersebut sebagai dukungan masa jabatan tiga periode.

Namun Tito menganggap dukungan yang disampaikan tersebut hanya bentuk dari aspirasi.

“Saya melihat itu sebagai aspirasi. Terkait dengan Pemilu 2024, patokan kami adalah rapat di Komisi II DPR yang memutuskan pelaksanaan pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 dan pilkada tanggal 27 November 2024."

Ia pun menganggap mengemukakan aspirasi adalah bentuk jaminan penyampaian pendapat di muka umum.

Sehingga, menurut Tito, penyampaian aspirasi tetap boleh dilakukan tetapi tidak mengganggu hak asasi orang lain dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

“Saya ada saat acara APDESI itu, tidak ada deklarasi tiga periode masa jabatan presiden.”

“Saat di luar, kepala desa sudah ramai, ada yang teriak-teriak, ‘Pak tiga periode, ya, Pak, tiga periode, lalu Pak Jokowi hanya senyum saja dan masuk ke dalam mobil,” jelas Tito.

Baca juga: BEM Nusantara Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024 dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Sebelumnya, bergulir wacana untuk mengamandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh sejumlah partai politik.

Diketahui, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi penginisiasi amandemen terbatas UUD 1945.

Namun, PDIP selaku inisiator akhirnya menarik diri untuk mendukung amandemen tersebut.

Dikutip dari Kompas TV, Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah mengungkapkan alasan PDIP untuk menarik dukungan yaitu munculnya isu adanya agenda lain untuk merubah pasal-pasal lain di dalam proses amandemen tersebut.

Ahmad menyebut, keinginan PDIP dalam amandemen UUD 1945 hanya untuk menghadirkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau pokok-pokok haluan negara.

“PDIP telah menarik diri secara terbatas untuk menghadirkan PPHN tidak dilaksanakan pada periode ini,” ujar Ahmad pada 20 Maret 2022.

Baca juga: Ragam Pernyataan Jokowi soal Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Dijerumuskan & Tak Berminat

Ahmad menambahkan, sikap konstitusional PDIP tidak menjadikan momentum UUD 1945 menjadi pintu masuk bagi kepentingan orang per orang atau kelompok.

Hal tersebut dinilainya dapat merusak muruah konstitusi.

“Hal ini dilakukan agar muruah konstitusi kita dapat dijaga, karena konstitusi itu adalah visi dan misi bangsa Indonesia yang besar dan jangka panjang,” tuturnya.

“Tidak boleh desain perubahan UUD itu didesain untuk kepentingan perorangan atau kelompok-kelompok,” imbuh Ahmad.

Hal senada juga dilakukan oleh Partai NasDem untuk menarik dukungan terhadap amandemen UUD 1945.

Ketua Fraksi NasDem MPR RI, Taufik Basari menyatakan adanya kekhawatiran dari partainya yaitu memasukkan usulan masa jabatan presiden tiga periode maupun usulan perpanjangan masa jabatan lewat penundaan pemilu.

Taufik mengatakan Fraksi NasDem sejak awal mengingatkan isu amandemen untuk PPHN ini akan membuka kotak pandora kemungkinan dorongan untuk amandemen soal masa jabatan presiden.

“Karena itu menunda usulan amandemen konstitusi dan pembahasan PPHN merupakan langkah yang tepat pada saat ini,” jelasnya.

Baca juga: Soal Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Ahli Hukum: Oligarki Berusaha Pertahankan Kekuasaan

Selain itu, ia juga menegaskan agar amandemen UUD 1945 harus memiliki alasan yang fundamental serta berdasarkan kebutuhan rakyat dan bangsa Indonesia.

“Kami menilai saat ini belum terdapat kebutuhan mendesak melakukan amandemen,” tutur Ahmad.

“Baik untuk mengakomodir PPHN apalagi membuak peluang masa jabatan presiden menjadi tiga periode ataupun perpanjangan jabatan melalui penundaan pemilu. Karena itu, saat ini belum ada alasan yang cukup untuk melakukan amandemen,” katanya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas TV/Tito Dirhantoro)

Artikel lain terkait Masa Jabatan Presiden

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini