"Ketika orang tua bilang bahwa matematika itu sulit, anak langsung menganggap matematika sebagai momok. Ubah dulu persepsi; matematika itu mudah dan menyenangkan," ujar Kurnia.
Kurnia berpendapat, melibatkan pihak lain seperti aplikasi belajar CoLearn merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan orangtua untuk menghilangkan kesan horor dari matematika.
Sistem belajar yang unik, lucu, dan menyenangkan, membuat anak senang belajar.
Baca juga: Viral Guru Matematika Mengajar Pakai Lagu, Sebut Metodenya Beri Dampak Positif bagi Murid
"Apalagi gurunya masih muda, dan metode belajar yang digunakan dekat dengan yang ada di sekitar anak,” ujarnya.
Melalui cara seperti ini, paradigma anak terhadap matematika bisa berubah, menjadi lebih positif.
Sistem berbasis kohort (cohort-based) ini membuat anak memiliki komunitas tersendiri. Familiaritas di ruang kelas membantu anak untuk lebih senang belajar.
Baca juga: Mahasiswa Indonesia Raih Medali Emas pada Kompetisi Matematika Internasional 2021
Di Kelas Live CoLearn juga ada Math in Action, di mana anak diajarkan konsep dan contoh aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti diketahui, PISA juga menemukan bahwa hanya 29% siswa Indonesia yang mencapai setidaknya level 2 untuk matematika.
Sebagai informasi, PISA membagi kemampuan siswa menjadi 6 level, dimulai dari level 1 yang paling rendah, hingga level 6 yang paling tinggi. Kemampuan siswa Indonesia yang mencapai level 2 tadi, sangat rendah dibandingkan rerata OECD yang mencapai 76%.
Untuk siswa Indonesia yang mendapat level 5 atau lebih, angkanya bahkan lebih rendah lagi: hanya sekitar 1% saja.