Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan, tindak pidana kekerasan seksual terdiri dari:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.
Baca juga: UU TPKS Disahkan, Ketua DPR: Aturan Pelaksanaan Teknis Harus Segera Disusun Pemerintah
Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (2) juga menyebut 10 perbuatan lainnya yang termasuk tindak pidana kekerasan seksual:
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan Jerat Pidana
UU TPKS juga mengatur tentang jerat pidana bagi korporasi yang melakukan TPKS, yang diatur di pasal 18.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU TPKS disebutkan:
"Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 5 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp 15 miliar", seperti yang diberitakan Tribunnews.
Kemudian dalam Ayat (2) disebutkan:
"Jika kekerasan seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat Korporasi, dan/atau Korporasi."
"Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya restitusi pelaku Korporasi," demikian bunyi Ayat (3) UU TPKS.
Dalam UU TPKS disebutkan adanya restitusi.
Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita Korban atau ahli warisnya.
Baca juga: Ketua DPR Ajak Masyarakat Kawal Implementasi UU TPKS
Sedangkan pada Ayat (4) disebutkan hukuman pidana tambahan bagi korporasi yang melakukan kekerasan seksual.