Tigor menekankan hingga kini Ade Yasin sama sekali belum menorehkan prestasi apapun yang mewakili masyarakat.
"Prestasi untuk masyarakart gak ada, jalan aja rusak bertahun-tahun. Bulan lalu sebelum puasa kok tiba-tiba diperbaiki, saya dengar, bupati mau kondangan di curug nangka, lah bayangin masa jalan itu dibuat untuk bupati kondangan, masyarakat bertahun tidak menikmati, sampai demo lho, " kata Azas Tigor Nainggolan.
Kasus BPK Lainnya
KPK juga mengungkap praktik jual beli opini pada 26 Mei 2017, yang melibatkan dua auditor BPK, Ali Sadli dan Rochmadi Saptogiri.
Kasus itu terkuak dalam operasi tangkap tangan.
Ali dan Rochmadi menerima suap masing Rp 240 juta dan Rp 200 juta supaya memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Duit sogokan itu diberikan oleh eks Irjen Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
Dalam perkara itu, Ali Sadli divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan pada Maret 2018.
Sedangkan Rohmadi dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Kasus suap terhadap auditor BPK untuk mendapatkan opini WTP juga terjadi pada 2010 silam.
Dikutip dari Kompas.id, saat itu dua auditor dari BPK Jawa Barat, Enang Hernawan dan Suharto, ditangkap.
Enang dan Suharto kemudian diadili dan dijatuhi vonis 4 tahun penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp 400 juta dari Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad dengan maksud memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Bekasi Tahun 2009.
Pada 2016, bekas auditor BPK Sulawesi Utara, Bahar, dijatuhi hukuman 5 tahun 6 bulan penjara. Dia disebut pernah meloloskan laporan hasil pemeriksaan sejumlah pemerintah kabupaten (pemkab) dan pemerintah kota (pemkot) hampir di seluruh Sulawesi Utara.
Para pejabat pemkab atau pemkot yang laporan keuangannya diloloskan dimintai uang bervariasi hingga mencapai jumlah Rp 1,6 miliar.
Dalam sidang perkara kartu tanda penduduk elektronik, salah seorang auditor BPK bernama Wulung juga disebut menerima uang Rp 80 juta.
Seusai penerimaan uang tersebut, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mendapat status WTP pada 2011.
Sumber: Kompas.com/Tribun Bogor/Tribunnews.com