Buya Syafii pernah menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958.
Setahun bekerja sebagai pelayan toko, ia kemudian bergadang bersama temannya.
Ia juga sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo dan menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia.
Ulama dan cendekiawan Indonesia pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif.
Setelah meninggalkan posisinya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute.
Guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis dan menjadi pembicara dalam sejumlah seminar.
Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak.
Bukunya yang sudah terbit antara lain berjudul: Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, 1984 danĀ Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985.
Baca juga: Breaking News: Buya Syafii Maarif Eks Ketum PP Muhammadiyah Wafat
Atas karya-karyanya itu, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
Berdasarkan pengalamannya, penulis Damiem Demantra pun membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak Kampung'.
Novel ini telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).
Cendekiawan muslim Adian Husaini mengkategorikan Ahmad Syafii Maarif sebagai tokoh Muhammadiyah pendukung gagasan Islam Liberal (neomodernisme) yang diusung oleh Fazlur Rahman.
Syafii bersama dengan Hasyim Muzadi melakukan penolakan pemberlakuan syariat Islam secara formal di Indonesia.
Syafii masuk dalam 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia dalam buku Budi Handrianto.