Pasal 17 ayat (4) UU tersebut menyatakan, "Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat."
Menurut Julius, aturan itu membuat Usman sebagai hakim MK harus mundur dari pemeriksaan perkara pengujian undang-undang yang jumlahnya rata-rata 79 perkara setiap tahun.
“Belum termasuk perkara perselisihan hasil pemilu,” kata dia.
Julius menilai hubungan keluarga antara Anwar Usman dengan Jokowi juga melanggar Peraturan MK RI No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Aturan itu mengatur prinsip-prinsip yang harus dimiliki hakim MK. Pertama prinsip independensi.
Hakim konstitusi harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif.
Kedua, kata dia, prinsip Ketakberpihakan: "Hakim konstitusi harus berusaha untuk meminimalisasi hal-hal yang dapat mengakibatkan hakim konstitusi tidak memenuhi syarat untuk memeriksa perkara dan mengambil keputusan atas suatu perkara."
Ketiga, Julius mengatakan Anwar Usman melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
“Sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat mahkamah,” ujar dia.