Kartono terlibat semakin dalam setelah ia menjadi Ketua IDI dua periode: 1985-1988 dan 1991-1994.
Selain IDI, ia juga sempat menjadi Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) periode 1990-1994 dan 1994-1997.
Kartono juga pernah menjadi pengurus Yayasan AIDS, Yayasan Kesehatan Perempuan, Koalisi untuk Indonesia Sehat, dan aktif dalam gerakan pengendalian dampak tembakau bagi kesehatan.
Tidak mengherankan bila minatnya sungguh beragam meski sebenarnya saling berkaitan.
Keberagaman itu tampak dalam bab-bab yang disusun dalam buku ini.
Bab pertama, misalnya, membahas aktivitas Kartono Mohamad di bidang rokok.
Perhatian Kartono pada profesionalitas dan integritas tampak dalam Bab 2, yang memuat artikel paling banyak, 23 tulisan, dibanding bab-bab yang lain.
Meskipun perjalanan IDI kemudian mengalami pasang surut, ide untuk mengembangkan profesionalitas, integritas, dan kapabilitas para dokter telah diadopsi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Salah satunya adalah dengan pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), tahun 2004, suatu badan otonom yang langsung bertanggung jawab pada presiden.
Minat dan perhatian Kartono yang luas juga membuat Kartono banyak menulis tentang rumah sakit dan pelbagai bentuk layanan kesehatan lainnya, serta tentu saja asuransi kesehatan sebagai pelengkapnya.
Dalam banyak hal, pikiran-pikiran Kartono mewujud meski dalam banyak hal lainnya, penanganannya seperti jalan di tempat.
Minatnya yang luas, pengetahuan, dan keberanian berbicara juga membuat Kartono Mohamad dekat dengan media.
Pada zaman Orde Baru ketika kebebasan berpendapat sering menjadi masalah, Kartono menjadi semacam pencerahan bagi media yang membutuhkan keseimbangan pemberitaan.
(*)