TRIBUNNEWS.COM - PT Kereta Api Indonesia (Persero) memastikan bahwa saat ini Stasiun Gambir masih melayani pelanggan Kereta Api Jarak Jauh.
"Terkait adanya rencana pengalihfungsian Stasiun Gambir, tentu KAI mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. KAI masih terus berkordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk hal tersebut," kata VP Public Relations KAI Joni Martinus melalui siaran persnya.
Masyarakat yang sudah membeli tiket dan akan naik Kereta Api Jarak Jauh tidak perlu khawatir, karena isu bahwa Stasiun Gambir telah pensiun tidak benar.
Baca juga: KAI Commuter Pakai Peron 9 Kereta Bandara untuk Optimalkan Perjalanan KRL
Baca juga: Stasiun Gambir Tidak Pensiun, Tapi akan Difungsikan Khusus untuk KRL
Bagaimana sejarah Stasiun Gambir?
Dikutip dari situs resmi kai.id, awal sejarah Stasiun Gambir bermula dari Halte Koningsplein hingga Stasiun Weltevreden.
Gagasan pembangunan jalur kereta api di Batavia (Jakarta) mencuat tahun 1846.
Kala itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda J. J. Rochussen mengusulkan pemerintah untuk membangun jalur kereta api dari Jakarta menuju ke Buitenzorg (Bogor).
Pada tahun 1864, perusahaan kereta api swasta, Nederlandsch Indisch Spoorweg Maatschapij (NISM) mendapatkan konsensi pembangunan.
Jumat, 15 Oktober 1869 dimulai pembukaan pembangunan jalur kereta api Jakarta-Bogor.
Proyek sepanjang 56 km tersebut dipimpin oleh Ir. J. P. Bordes yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni Jakarta-Weltevreden, Weltevreden-Meester Cornelis, dan Meester Cornelis-Bogor.
Antara Batavia menuju Weltevreden (kini wilayah Jakarta Pusat) sepanjang 6 km diresmikan NISM pada 15 September 1871.
Sebagai tempat perhentian di Weltevreden, NISM membangun Halte Koningsplein sebuah bangunan kecil yang sederhana.
Dalam perkembangannya, NISM membangun sebuah perhentian baru di Weltvereden.
Adalah Stasiun Weltevreden yang dibuka pada 4 Oktober 1884, terletak beberapa ratus meter arah utara dari Halte Koningspein.
Keberadaan Stasiun Weltevreden otomatis mengganti peranan Halte Koningsplein.
Stasiun baru ini memiliki atap besi yang ditopang tiang besi cor.
Stasiun ini melayani perjalanan kereta jarak jauh seperti Bandung dan Surabaya.
Pada tahun 1937, nama Stasiun Weltevreden diganti menjadi Stasiun Batavia Koningsplein.
Saat itu juga stasiun sudah menjadi stasiun tersibuk di Hindia Belanda.
Hampir seluruh kereta jarak jauh utama dan semua kereta ke Bogor singgah di stasiun ini.
Stasiun Batavia Koningsplein dikenal pula dengan Stasiun Gambir.
Terkait penamaan Gambir belum diketahui kapan pastinya, diduga sekitar tahun 1922.
Saat itu masyarakat menyebut Koningsplein dengan Lapangan Gambir, konon kabarnya karena di lapangan tersebut tumbuh Pohon Gambir.
Pohon yang getahnya dapat disadap sebagai bahan baku pembuat gambir, salah satu bumbu untuk menyirih.
Stasiun Gambir yang baru dibuka untuk umum bersamaan dengan peresmian jalur pada Jumat, 6 Juni 1922.
Presiden Soeharto meresmikannya, dengan ditandai dioperasikan Kereta Api Listrik (KRL).
Sebelumnya, presiden terlebih dahulu membeli karcis di loket Stasiun Gambir.
Stasiun baru ini memiliki tiga lantai, lantai pertama untuk loket penjualan tiket, lantai kedua sebagai ruang tunggu penumpang yang dilengkapi toilet, pertokaan serta restoran dan beberapa kantor pegawai, sedang lantai merupakan peron bagi para penumpang.
Arsitektur bangunan atas terlihat sederhana dengan atap bersusun dengan sentuhan tradisioanl, joglo.
Tak kalah menarik, bangunan stasiun baru di jalur layang masing-masing memiliki warna yang berbeda, dirancang bersama Fakultas Seni Rupa ITB.
Stasiun Gambir berwarna dominan hijau lantainya pun dipasang porselen mengkilap dengan warna hijau.
Selain Monas dan Istiqlal, bangunan baru Stasiun Gambir menjadi bangunan yang mudah dikenali di jantung kota Jakarta.
(Tribunnews.com/Widya)