Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) menerima sejumlah uang dari berbagai pengadaan proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.
Dugaan tersebut didalami penyidik KPK lewat empat saksi pada Rabu (8/6/2022).
Pemeriksaan keempat saksi itu terkait kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon
"Para saksi hadir dan melalui pengetahuan para saksi tersebut, tim penyidik terus melakukan pendalaman antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang berupa 'jatah' untuk tersangka RL dari berbagai pengadaan proyek di beberapa SKPD Pemkot Ambon," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022).
Keempat saksi itu ialah Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan, Lawalata, serta tiga anggota Pokja UKPBJ masing-masing Andrissa R Siwabessy, Michael O Pattinama, dan Johanis Rampa.
Baca juga: KPK Dalami Dugaan Richard Louhenapessy Rekayasa Proyek di Pemkot Ambon Demi Dapat Uang
Sebelumnya, penyidik KPK telah mendalami dugaan Richard Louhenapessy mengatur pemenang setiap proyek di Pemkot Ambon.
Dugaan itu didalami lewat empat saksi yang diperiksa pada Selasa (7/6/2022).
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya arahan dari tersangka RL selaku wali kota agar berbagai proyek di Pemkot Ambon dikondisikan pemenangnya dengan menyetor sejumlah uang," kata Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (8/6/2022).
KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon dua periode Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.
Baca juga: KPK Selisik Aliran Uang ke Richard dari Pihak Swasta yang akan Ikuti Lelang Pengadaan di Ambon
Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan karyawan Alfamidi Kota Ambon Amri.
Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Baca juga: KPK Lanjutkan Penggeledahan 2 Kantor SKPD Pemkot Ambon
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.
Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Atas perbuatannya, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.