Mengapa Aksi Nekat Seperti Itu Terjadi?
Istilah "demi konten" rasanya semakin sering kita dengar belakangan ini, termasuk dalam percakapan sehari-hari bersama orang-orang dekat.
Tak jarang, ide untuk membuat konten tersebut juga menerobos nalar dan menempatkan seseorang dalam bahaya.
Belakangan diketahui bahwa mereka melakukan hal tersebut demi mengejar angka subscriber di kanal YouTube.
Cerita-cerita semacam ini ada banyak sekali, tak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Kita sering kali cuma bisa menggelengkan kepala sambil berpikir, "Buat apa, sih?"
Lalu, apa sebabnya banyak orang melakukan hal berbahaya atau konyol demi konten di media sosial?
Demi konten
Menurut psikolog Samanta Elsener, MPsi, setiap orang memiliki dorongan dalam dirinya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, termasuk salah satunya menjadi viral.
Menjadi viral punya berbagai manfaat, seperti menjadi terkenal, mendapatkan uang, disukai banyak orang, dan lainnya.
Sayangnya, tak semua orang menggunakan cara yang baik untuk mencapai tujuan menjadi viral tersebut.
"Akibatnya, kalau kita tidak bisa membatasi diri terhadap dorongan-dorongan tadi, bukannya jadi kreatif tapi justru neurotik atau membahayakan diri sendiri," kata Samanta kepada Kompas.com.
Ia menambahkan, orang-orang dengan neurotik cenderung tidak menyadari bahwa sikap atau perilakunya membahayakan diri sendiri.
Mereka memiliki konflik dalam diri di mana mereka ingin bisa berada di kondisi yang ideal.
"Sayangnya, dia tidak melatih kreativitasnya atau kreativitasnya malah mengarah ke tindakan yang berbahaya untuk dirinya sendiri," ucapnya.
Jika memang ingin membuat konten yang bagus, Samanta mengingatkan penting untuk tetap memikirkan keselamatan diri.
Jika perlu, cobalah membentuk tim dan membuat simulasi yang matang sebelum mengeksekusi ide.
Ini termasuk mempertimbangkan faktor risiko agar tidak berujung pada kejadian yang membahayakan diri.
"Jangan sampai konten itu bersifat menghibur tapi justru membahayakan diri sendiri. Karena kita enggak menyadari kalau perilaku itu merusak dan merugikan diri," katanya.
Tapi, kenapa banyak orang sampai mau membahayakan diri?
Menurut associate professor psikologi dari Iowa State University, Zlatan Krizan, ini bisa jadi berkaitan dengan perbandingan sosial (social comparison), di mana seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain secara online.
Mereka ingin mengalahkan teman-temannya di media sosial dengan menunjukkan bahwa foto atau video tentang kehidupannya lebih menarik.
Associate profesor fakultas studi media dan informasi dari University of Western Ontario, Anabel Quan-Haase, mencatat bahwa selfie dapat mengungkapkan bagaimana seseorang ingin dipandang oleh orang lain.
Dorongan untuk mendapatkan foto yang sempurna itu lah yang dapat menempatkan seseorang dalam bahaya.
"Ini adalah bagian dari budaya visual kita. Kita ingin membuat sesuatu yang baru, yang bakal menarik perhatian orang dan terkadang hal ini hanya bisa diwujudkan dengan mengambil risiko," ucap dia.
Sumber: Tribunnews.com/Surya.co.id/Kompas.com