TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginisiasi cuti selama enam bulan untuk ibu yang melahirkan dalam Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Selain itu, suami juga berhak mendapat cuti paling lama 40 hari untuk mendampingi istri yang melahirkan.
isi draf RUU KIA, dalam Pasal 4 ayat (2) RUU KIA mengungkapkan setiap ibu yang bekerja berhak untuk:
- Mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan;
- Mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran;
- Mendapatkan kesempatan dan tempat untuk melakukan laktasi (menyusui, menyiapkan, dan/atau menyimpan asi susu Ibu perah (ASIP) selama waktu kerja;
Baca juga: KPAI soal RUU KIA: Puan Tunjukkan Komitmennya Perbaiki Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Kemudian, RUU KIA juga menginisiasi cuti untuk suami yang istrinya melahirkan.
Dalam Pasal 6 ayat (1) RUU KIA, untuk menjamin pemenuhan hak Ibu selama melahirkan, suami berhak:
- Cuti pendampingan melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari; atau
- Pendampingan keguguran paling lama 7 (tujuh) hari.
Baca juga: Unsur Sipil Soal RUU KIA Masuk Prolegnas 2022: Jika Ibu-Anak Sejahtera, Ekonomi Semakin Kuat
Statemen DPR
Sementara itu Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya menyatakan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) adalah kebijakan yang menyangkut keluarga secara holistik.
Hal tersebut diungkapkan dalam Diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak: Komitmen DPR Wujudkan SDM Unggul” di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (21/6/2022).
"Bagaimana ini bisa menjadi sebuah lingkungan yang cukup kondusif bagi keluarga? Apa peran negara? Bagaimana seorang ibu dan ayah dalam membesarkan keluarga."