News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penelitian IJRS Tunjukkan Disparitas Pemidanaan Perkara Narkotika 2016-2020 di Atas 60 Persen

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti IJRS Matheus Nathanael SH dalam Diseminasi Hasil Penelitian Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia yang digelar Indonesia Judicial Research Society (IJRS) di pada Selasa (28/6/2022).

Dari data yang dipaparkannya, penelitian menunjukkan sebanyak 24 % perbedaan hukumannya 0-1 tahun, 20,0 % perbedaan hukumannya 1-2 tahun, 24 % perbedaan hukumannya 2-3 tahun, 16,0 % perbedaan hukumannya 3-4 tahun, 8,0 % perbedaan hukumannya 4-5 tahun, 4,0 % perbedaan hukumannya lebih dari 6 tahun, dan 4,0 % tidak dapat dilihat selisihnya.

Baca juga: BNN Provinsi Banten Musnahkan Sabu 470 Gram Hasil Penggagalan Peredaran Narkotika

"Jadi bayangkan, perkaranya perannya sama, misalnya sama-sama pengedar, sama-sama penjual, sama-sama sabu, sama-sama 5 gram, tapi yang satu dihukum 5 tahun dan yang satu lagi dihukum 10 tahun, misalnya seperti itu. Ini yang coba kita bedah," kata dia.

Penelitian tersebut, kata dia, juga menunjukkan disparitas pemidanaan penjara pada perkara penyalahgunaan narkotika yang serupa sebanyak 63,6 % .

Penelitian juga menunjukkan sebaran rentang disparitas pemidanaan atau perbedaan besaran pidana penjara untuk perkara penyalahguna narkotika yang serupa.

Dari data yang dipaparkannya, penelitian menunjukkan sebanyak 7 % perbedaan hukumannya lebih dari 30 bulan, 5,4 % perbedaan hukumannya 25-30 bulan, 8,9 % perbedaan hukumannya 20-25 bulan, 17,9 % perbedaan hukumannya 15-20 bulan, 16,1 % perbedaan hukumannya 10-15 bulan, 23,2 % perbedaan hukumannya 5-10 bulan, 17,9 % perbedaan hukumannya 1-5 bulan, dan 3,6 % tidak dapat diperbandingkan.

Hal yang menarik dari penelitian tersebut, lanjut dia, di antaranya terkait dengan opsi pemidanaan penyalahguna narkotika.

Ia mengatakan ada sejumla opsi pemidanaan yang sebenarnya bisa diterapkan kepada penyalahguna narkotika di antaranya rehabilitasi, penjara, dan rehabilitasi sekaligus penjara.

Namun demikian, kata dia, hasil penelitian menunjukkan ternyata ada dua terdakwa yang perkaranya sama namun pidananya beda.

Misalnya, lanjut dia, dua terdakwa yang sama-sama pecandu, barang bukti narkotikanya sama-sama sabu, berat barang bukti narkotikanya sama-sama 0,2 gram.

Namun demikian, penelitian menunjukkan temuan dua terdakwa berbeda dapat dijatuhi hukuman yang berbeda misalnya ada yang hanya dipenjara dan yang lainnya direhabilitasi sekaligus dipenjara.

"Ada yang sama-sama penyalahguna sabu 0,12 gram, sembilan dipenjara dan satu direhabilitasi. Jadi kalau kita lihat aja bentuknya sudah beda. Ada penjara, ada rehabilitasi, serta ada penjara dan rehabilitasi," kata Matheus.

"Ini yang kita lihat ada inkonsistensi. Jadi sebenarnya yang benar yang mana? Menafsirkan UU yang barangkali lebih tepat sebenarnya yang mana? Karena cukup beragam," lanjut dia.

Dalam materi paparan yang ditampilkannya ada sejumlah hal yang menjadi latar belakang penelitian tersebut.

Pertama, perkara narkotika merupakan beban perkara terbanyak diperiksa dan diadili dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini