]=Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PKS mendesak Pertamina mencabut kebijakan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite dan Solar wajib menggunakan aplikasi Mypertamina.
Menurut Juru Bicara PKS, Pipin Sopian mengatakan, negara semestinya memudahkan masyarakat dengan berkembangnya teknologi, bukan malah merepotkan dan berpotensi menimbulkan masalah baru.
"Era teknologi harusnya membuat semua serba simpel, ini malah dibuat ribet. Kebijakan ini harus dicabut," kata Pipin dalam siaran pers, Rabu (29/6/2022).
Dia menilai, aturan ini tidak adil karena tidak semua masyarakat memiliki smartphone, kuota data yang cukup, dan kondisi jaringan internet yang bagus di setiap daerah.
Baca juga: Cara Beli BBM Tanpa Aplikasi MyPertamina dan Jenis Kendaraan yang Wajib Pakai MyPertamina
"Bagi masyarakat yang sudah berumur dan pendidikan rendah bisa dipastikan akan menghadapi kesulitan ketika akan membeli bahan bakar Pertalite," ujar Pipin
Selain itu, Pipin menilai kebijakan ini dapat membahayakan keselamatan masyarakat karena mereka harus menggunakan telepon genggam saat mengisi bahan bakar.
"Penggunaan HP saat pengisian BBM kan sudah dilarang, itu sudah ada aturannya. Kok malah mau dibolehkan. Sama saja menjebloskan konsumen dalam bahaya," kata dia.
Menurutnya, kebijakan ini dibuat pemerintah agar mengurangi distribusi Pertalite di tengah-tengah masyarakat.
“Masyarakat didorong untuk menggunakan Pertamax yang jelas-jelas dijual dengan harga pasar,” ujar Pipin.
Sebagaimana diketahui, Pertamina akan segera berlakukan aturan baru mengenai cara pembelian BBM Pertalite dan solar menggunakan aplikasi MyPertamina.
Per 1 Juli 2022 mendatang, Pertamina mewajibkan seluruh pemilik kendaraan roda 4 untuk mendaftarkan kendaraannya sebagai konsumen BBM pertalite atau solar subsidi.
Pemilik kendaraan dapat mendaftarkan kendaraannya melalui aplikasi MyPertamina atau melalui website resmi subsiditepat.mypertamina.id.
Uji coba pembelian Pertalite dan solar menggunakan MyPertamina ini, awalnya akan berlaku di 11 daerah yang tersebar di 5 provinsi di Indonesia.