TRIBUNNEWS.COM- Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) memotong 13,7 persen dari total uang donasi setiap tahunnya untuk kebutuhan operasional.
Kebutuhan tersebut termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.
Petinggi ACT khususnya Presiden ACT ternyata sempat mendapatkan gaji Rp 250 juta.
ACT diketahui tengah menjadi sorotan setelah muncul dugaan adanya penyelewengan dana.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menduga dana ACT dipakai untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.
"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (4/7/2022), mengutip Kompas.com.
Baca juga: ACT Pernah Dilaporkan Dugaan Kasus Penipuan ke Bareskrim pada 2021, Sejumlah Pihak Diklarifikasi
Ivan menyebut, PPATK telah memproses dugaan tersebut sejak lama.
Hasil analisisnya juga sudah disampaikan kepada aparat penegak hukum termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Antiteror.
Selain dugaan penyelewengan dana, para petinggi ACT disbeut menerima sejumlah fasilitas mewah.
Dalam konferensi pers pada Senin (4/7/2022) malam, Presiden ACT Ibnu Khajar mengakui adanya pemotongan 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh setiap tahunnya.
"Soal potongan dana kami sebutkan 13,7 persen. Jadi ACT ambil untuk operasional 13,7 persen," katanya, mengutip Kompas.com.
Pemotongan dana tersebut diklaim untuk kebutuhan opersional termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.
Ibnu juga membenarkan bahwa gaji petinggi ACT khususnya presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Baca juga: Pakar Hukum Sebut ACT Bisa Digugat Secara Perdata dan Pidana Terkait Dugaan Penyelewengan Donasi
Gaji tersebut diterapkan pada awal tahun 2021 namun tidak diberlakukan permanen.
"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen," katanya.
Penetapan gaji senilai Rp 250 juta itu tidak berlangsung lama lantaran donasi yang masuk ke lembaga ACT mengalami penurunan.
Gaji pimpinan dan karyawan akhirnya diturunkan.
"September 2021 soal kondisi filantropi menurun secara signifikan sehingga kami meminta seluruh karyawan untuk berlapang dada mengurangi gaji karyawan," katanya.
Sebagai pengganti presiden ACT sebelumnya, Ibnu mengaku kini gaji yang diterimanya tidak lebih dari Rp 100 juta.
Soal pemotongan dana donasi yang cukup tinggi jika melihat regulasi yang ada, Ibnu menyebut bahwa lembaganya merupakan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.
ACT bukan lembaga akat infak dan sedekah yang memiliki aturan pemotongan 12,5 persen.
ACT juga bukan lembaga pengumpul sumbangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10 persen.
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," kata Ibnu.
Dalam kesempatan yang sama, Ibnu juga menyampaikan permohonan maaf kepada donator dan masyarakat Indonesia.
Kini sejumlah pihak termasuk Polri dan Densus 88 tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan penyelewangan dana lembaga tersebut.
(Tribunnews.com/Miftah, Kompas.com/Rahel Narda Chaterine/Singgih Wiryono)