Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar kembali menghadiri pemeriksaan dugaan kasus penyelewengan dana kompensasi korban kecelakaan Lion Air JT-610 di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (11/7/2022).
Pantauan Tribunnews.com, Ibnu Khajar tiba di Gedung Bareskrim Polri sekitar pukul 12.38 WIB.
Dia tampak memakai kemeja berwarna biru, memakai topi dan bermasker berwarna hitam.
Dalam kesempatan itu, dia juga tampak datang seorang diri tanpa ditemani oleh kuasa hukumnya.
Setibanya di Bareskrim, dia langsung masuk ke gedung pemeriksaan.
Baca juga: Kuasa Hukum Ahyudin Bantah Dana ACT Mengalir ke Kelompok Teroris Al-Qaeda
Saat dikonfirmasi, Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Kombes Andri Sudarmaji membenarkan bahwa seorang pria yang memakai topi hitam itu merupakan Ibnu Khajar.
Dia baru tiba di Bareskrim Polri.
"Iya betul, Ibnu Hajar. Baru datang," kata Andri saat dikonfirmasi, Senin (11/7/2022).
Namun begitu, dia tidak menjelaskan lebih rinci mengenai materi pemeriksaan kali ini.
Nantinya, penyidik baru akan memeriksa Ibnu Khajar terlebih dahulu.
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penyelewengan dana di lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) mulai menemukan titik terang.
Satu diantaranya ACT diduga menyelewengkan dana sosial keluarga korban Lion Air JT-610.
Diketahui, Lion Air JT-610 merupakan penerbangan pesawat dari Jakarta menuju Pangkal Minang.
Namun pesawat tersebut jatuh di Tanjung Pakis, Karawang pada 29 Oktober 2018 lalu.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan ACT mengelola dana sosial dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 pada tanggal 29 Oktober 2018 lalu.
"Dimana total dana sosial atau CSR sebesar Rp. 138.000.000.000," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (9/7/2022).
Dijelaskan Ramadhan, dugaan penyimpangan itu terjadi era kepemimpinan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Ibnu Khajar yang saat ini masih menjabat sebagai pengurus.
Mereka diduga memakai sebagian dana CSR untuk kepentingan pribadi.
"Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," jelas Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan bahwa kepentingan pribadi yang dimaksudkan memakai dana sosial untuk kepentingan pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina hingga staf di yayasan ACT.
"Pihak yayasan ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden Ahyudin dan wakil Ketua Pengurus/vice presiden," beber Ramadhan.
Ia menjelaskan ACT tak pernah mengikutisertakan ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial atau CSR yang disalurkan oleh Boeing.
"Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut," pungkas Ramadhan.
Dalam kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.