TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang uji materi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) digelar di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon adalah Umar Husni yang didakwa atas kasus perpajakan di Pengadilan Negeri Purwokerto.
Dakwaan Umar Husni kala itu dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Negeri Purwokerto.
Kemudian, jaksa mengajukan dakwaan lagi berkali-kali.
Pakar Hukum Pidana, Andi Hamzah yang hadir saat sidang uji materi tersebut terkejut ada terdakwa didakwa berkali-kali dalam satu kasus.
“Bagaimana dengan dakwaan yang berkali-kali, apakah tidak melanggar HAM?” kata Pengacara Umar Husni, Rusdianto ke ahli dalam sidang di MK yang disiarkan di chanel YouTube MK, Kamis (4/8/2022).
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Uji Materiil Soal Penghentian Penyelidikan dalam KUHAP
Mendapat pertanyaan itu, Andi Hamzah yang diajukan ahli oleh jaksa, mengaku kasus itu adalah permasalahan penegakan hukum oleh pengadilan. Bukan masalah penuntutan oleh jaksa.
“Kapan batal demi hukum dan boleh diajukan lagi? Itu masalah Mahkamah Agung. Silahkan tanya Mahkamah Agung,” ucap Andi Hamzah.
Eks jaksa itu kemudian menjelaskan seharusnya ada toleransi pengadilan atas kesalahan pendakwaan. Contohnya salah penulisan tanggal.
Andi Hamzah menilai dakwaan boleh berkali-kali, dan selain itu dia masih terdakwa.
“Masalahnya ini tidak pernah terjadi. Saya 40 tahun jadi jaksa tidak pernah terjadi seperti ini. Jarang sekali, tidak pernah ada yang memutus batal demi hukum. Ini harus dijawab Mahkamah Agung ini,” kata Andi Hamzah.
Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Arif Setiawan menyebut pendakwaan yang dilakukan berkali-kali terhadap satu orang dalam kasus yang sama, merupakan bentuk pelanggaran HAM.
"Spirit utama munculnya KUHAP adalah untuk memperbaiki hukum acara pidana yang lebih melindungi hak asasi tersangka atau terdakwa," kata Arif.
Baca juga: Soal Penolakan Laporan Haris Azhar, Polda Metro Jaya: Sesuai dengan KUHAP
Arif mengatakan jika aparat penegak hukum pidana dibekali dengan serangkaian kewenangan dan kekuasaan untuk melakukan tindakan penegakan hukum pidana yang potensial dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan hak-hak asasi tersangka ataupun terdakwa sebagai akibat dipergunakannya kewenangan tersebut.