TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk tegas menindak partai politik yang melakukan kecurangan.
Diketahui, KPU menemukan sedikitnya 98 anggota KPUD yang namanya dicatut sebagai kader partai politik melalui sistem informasi partai politik (Sipol).
Nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) 98 anggota KPUD tersebut dicatut oleh parpol untuk mendaftar sebagai peserta pemilu 2024.
"Partai politik yang berusaha menghalalkan segala cara ini menurut saya harus didiskualifikasi apalagi kejadian ini selalu berulang," kata Trubus Rahardiansyah kepada Tribun Network, Senin (8/8/2022).
Baca juga: PB PMII Desak KPU Beri Sanksi kepada Parpol yang Catut Nama 98 Orang Anggota KPUD
Menurut Trubus, pencatutan nama menjadi tindakan yang tidak bisa ditolerir dan tidak sejalan dengan semangat memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia.
"Dengan adanya Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU RI ini kan harapan kita semua menjadi lebih transparan dan akuntabel tetapi kalau pesertanya saja melanggar maka sangat disayangkan," ucap dia.
Trubus mendorong agar Sipol KPU RI juga menjadi ruang aspirasi publik untuk sama-sama mendukung demokrasi yang lebih baik.
Namun demikian partai politik dapat terbuka menyampaikan visi-misi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menentukan pilihan suaranya nanti di tahun 2024.
"Tegas saya sampaikan agar parpol yang curang tidak dinyatakan lolos verifikasi dan KPU berani membuka partai politik mana yang melakukan kecurangan," tuturnya.
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan dengan adanya Sipol KPU praktik pendaftaran parpol secara luring seharusnya tidak relevan lagi.
Hal ini dikarenakan parpol menjadi harus melakukan dua kali pendaftaran hanya untuk satu berkas yang sama.
"Berdasar data yang terdapat di dalam Sipol, maka pendaftaran yang bersifat offline sudah tidak relevan. Sebab, pendaftaran offline artinya menjadikan parpol dua kali melakukan pendaftaran untuk satu berkas yang sama," ujarnya, Senin (8/8/2022).
Prosesi pendaftaraan luring ini juga berefek ke terganggunya aktivitas publik akibat iring-iringan partai dengan jumlah yang tidak kecil saat melakukan pendaftaran ke KPU.
Baca juga: PKB dan Gerindra Akan Deklarasi Koalisi Setelah Daftar Pemilu, KPU RI: Itu Hak Parpol
"Efeknya, selain akan menimbulkan pendaftaran berulang, juga menimbulkan keriuhan yang sebenarnya tidak perlu. Yang akhirnya dapat mengganggu aktivitas publik lainnya. Dalam hal ini, kedatangan parpol dengan iring-iringan yang cukup besar ke KPU dalam rangka mendaftar secara offline," jelas Ray.
Oleh sebab itu, jika akhirnya tetap ada kewajiban mendaftar secara luring, maka Ray menyarankan sebaiknya KPU dan Badan Pengawas Pemilu Umum (Bawaslu) perlu memberi imbauan.
Imbauan tersebut ditujukan kepada parpol yang akan melakukan pendaftaran luring agar tidak perlu menghadirkan peserta yang dapat mengganggu aktivitas publik seperti menimbulkan kemacetan jalan.
"Cukup disampaikan oleh perwakilan saja, sebab, pada faktanya, data yang offline sama dengan data yang telah diinput ke Sipol," ujar Ray.
"Pemilu kita sudah harus mengurangi penggunaan ruang publik untuk aktivitas yang sebenarnya sangat bisa disederhanakan," tambahnya.
Semenjak pendaftaran partai politik untuk pemilu 2024 dibuka pada Senin 1 Agustus 2022, sebanyak 18 partai politik telah mendaftar ke KPU.
Parpol tersebut adalah PDI Perjuangan (PDIP), Partai Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Reformasi, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai NasDem.
Selanjutnya, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Garuda, Partai Demokrat, Partai Demokrasi Rakyat Indonesia (PDRI), dan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia.
Teranyar empat parpol mendaftarkan diri ke KPU hari ini Senin 8 Agustus 2022 yakni Partai Republiku Indonesia, Partai Hanura, Partai Gerindra, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). (Tribun Network/Reynas Abdila)