TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap perbedaan penanganan kasus penembakan Brigadir J dengan penembakan Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengungkap ada perbedaan penanganan kasus di antara keduanya.
"Tugas Komnas HAM sebagaimana saya katakan ada dua. Melakukan penyidikan, pemantauan, meskipun itu bukan Pro Justitia. Yang kedua, tugasnya pengawasan. Kedua tugas itu bisa berdampingan dalam rangka mencari, mendengar hasil-hasil pemantauan penyidikan itu, kemudian menjadi pembanding terhadap apa yang dihasilkan," tutur Taufan di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2022) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Baca juga: Apa Hubungan Ferdy Sambo dengan Kasus KM 50 yang Menewaskan 6 Laskar FPI?
Taufan lalu menjelaskan perbedaannya.
"Dia berbeda, satu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Contoh misalnya KM 50, Komnas HAM melakukan penyidikan pemantauan dulu, hasilnya dikasihkan ke penyidik, penyidik kemudian melakukan tindakan lebih lanjut," kata Taufan.
Sementara untuk penanganan kasus penembakan Brigadir J, Taufan mengatakan saat ini berbarengan.
Yakni ada Tim Khusus atau Timsus bentukan Kapolri dan penyidik dari Mabes Polri.
"Itu berbarengan jalan sendiri, Komnas HAM jalan sendiri, tapi jangan dikira kita saling bersinggungan, tidak, kita berkoordinasi sejak awal, itu kesepakatan," kata Taufan.
Dorongan Politisi PKS
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) berharap Polri kembali mengungkap kasus penembakan terhadap enam laskar FPI di Jalan Tol Cikampek-Jakarta KM 50 beberapa waktu lalu.
HNW yang juga Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini mengatakan selain mengungkap kematian Brigadir J, perlu juga mengungkap kasus tewasnya Laskar FPI di KM 50.
Tujuannya demi menyelamatkan citra Polri di mata masyarakat seperti yang diinginkan Presiden Jokowi.
"Sampai 4 kali Presiden @jokowi peringatkan agar Polri usut tuntas kasus penembakan Brigadir J. Tentu bukan hanya untuk penyelamatan citra Polri, tapi juga tegaknya hukum dan keadilan. Maka wajarnya komitmen ini dilanjutkan, termasuk untuk tuntaskan kasus #KM50 terkait tewasnya 6 laskar FPI," tulis HNW di akun Twitter @hnurwahid dikutip, Rabu (10/8/2022).
Kronologi Penembakan Laskar FPI Menurut Jaksa
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus penembakan yang terjadi di KM 50 ini terjadi antara anggota polisi dengan laskar Front Pembela Islam (FPI).
Dalam kejadian tersebut, enam laskar FPI dinyatakan tewas.
Jaksa menyampaikan bahwa penembakan itu dilakukan oleh Briptu Fikri dan Ipda Yusmin.
Hal ini bermula dari tidak hadirnya Muhamad Rizieq Shihab dalam acara pemeriksaan kepolisian.
Rizieq Shihab diperiksa sebagai saksi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan selama dua kali.
Rizieq tak hadir dan memberikan berbagai alasan-alasannya.
Disampaikan bahwa kejadian tembakan ini terjadi ketika perjalanan ke arah Tol Cikampek 1.
Sebelum kejadian penembakan, terjadi kejar-kejaran dan serempetan antara mobil polisi dengan mobil yang ditumpangi para laskar FPI.
Pada 6 Desember 2020, saat itu Ipda Yusmin, Briptu Fikri, Bripka Faisal, dan Ipda Elwira berada di mobil Toyota Avanza berwarna silver berpelat nomor K 9143 EL.
Sementara Bripka Adi Ismanto dan Aipda Toni Suhendar ada di mobil Daihatsu Xenia berwarna silver dengan pelat nomor B 1519 UTI.
Dan Bripka Guntur Pamungkas menggunakan mobil Toyota Avanza berwarna hitam dengan pelat nomor B 1392 TWQ.
Pada pukul 22.00 WIB, mereka tiba di lokasi yang telah ditentukan.
Setelah itu pukul 23.00 WIB, para polisi bergerak keluar dari perumahan tersebut dan mengikuti 10 mobil yang diduga rombongan Rizieq Shihab, menuju ke arah pintu Tol Sentul 2.
Kemudian pada pemantauan itu terlihat ada satu mobil Pajero yang bergerak ke arah Bogor yang kemudian diikuti oleh Bripka Guntur.
Dan dua mobil polisi lainnya melanjutkan perjalanan mengikuti 9 mobil yang diduga berisi rombongan Rizieq.
Kemudian pada malam itu mobil Bripka Ismanto tertinggal dari rombongan.
Dan pada saat dini hari Senin 7 Desember 2020, terlihat dua mobil Chevrolet dan Toyota Avanza berusaha menghalang-halangi mobil yang dikemudikan Bripka Faisal di daerah jalan pintu keluar Tol Karawang Timur.
Mobil itu dikemudikan oleh anggota FPI, dan tampak menyerempet mobil polisi Bripka Faisal.
Karena hal tersebut Bripka Faisal mengejar mobil anggota FPI tersebut.
Setelah terjadi kejar-kejaran, empat orang anggota FPI turun dari mobil dan membawa senjata tajam dan sempat melakukan perusakan ke mobil polisi.
Melihat hal tersebut, Briptu Faisal menurunkan kaca mobil dan melepaskan tembakan sebanyak satu kali.
Kemudian dijelaskan bahwa kemudian anggota FPI tersebut sempat berusaha kabur.
Hingga akhirnya empat anggota laskar FPI berhasil ditangkap oleh polisi.
Tetapi di perjalanan laskar FPI sempat melakukan perlawanan dan merebut senjata polisi.
Kemudian saat itu Almarhum Ipda Elwira Priadi Z dan Briptu Fikri menembak empat Laskar FPI di dalam mobil hingga tewas karena melihat adanya perlawawan.
Hasil Putusan Sidang
Dari hasil putusan sidang, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.
Tetapi keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran.
Alasan tersebut dikarenakan perbuatan terdakwa adalah merupakan tindakan pembelaan.
Menurut Hakim Ketua, Muhammad Arif Nuryatna, dalam KUHP dijelaskan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satua diantaranya karena perbuatan yang dilakuakn atas dasar pembelaan terpaksa.
Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Maka hakim memutuskan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang ingin keduanya dihukum dengan pidana enam tahun penjara.