TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komnas Perempuan turut mengomentari mengenai istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Putri adalah satu dari lima tersangka pembunuhan berencana Brigadir J yang hingga kini belum ditahan polisi.
Baca juga: Komnas HAM Berandai soal Sidang Ferdy Sambo, Singgung Pelecehan yang Diduga Dilakukan Brigadir J
Komnas perempuan menilai tidak ditahannya Putri sesuai hak asasi perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menjelaskan perempuan yang sedang menjalani fungsi maternitas, salah satunya mengasuh anak, dapat tidak ditahan sebelum persidangan.
Namun Komnas perempuan menyebut, semestinya aturan ini berlaku untuk semua perempuan di Indonesia yang sedang berhadapan dengan hukum, tanpa kecuali.
Tetapi lemah dalam praktik pelaksanaannya.
Dorong pembaruan KUHAP
Perbedaan perlakuan terhadap tersangka dan terdakwa perempuan dalam hal penahanan disebabkan oleh tidak adanya mekanisme pemantauan kewenangan aparat penegak hukum.
Penjelasan itu disampaikan oleh Siti Aminah Tardi, Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, dalam wawancaranya dengan jurnalis Kompas TV, Aulia Faradina, Sabtu (3/9/2022).
Baca juga: Tanggapan Polri soal Surat Pernyataan Ferdy Sambo Bantah Brigjen Hendra Kurniawan Rusak CCTV
“Ini kembali karena di dalam Kitab undang-undang hukum acara pidana kita, tidak ada pemantauan atau tidak ada mekanisme yang memantau kewenangan dari penyidik, penuntut umum, maupun hakim terhadap penahanan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, menurutnya jika berbicara tentang penahanan, mendorong pembaruan kitab undang-indang hukum acara pidana menjadi hal yang penting.
“Karena itu, menjadi penting kalau kita bicara penahanan adalah mendorong pembaharuan kitab undang-undang hukum acara pidana, termasuk memasukkan isu hak maternitas di dalam penahanan.”
Dalam kesempatan itu, Sitti juga menjelaskan bahwa harus dibedakan antara penahanan dan pemidanaan.
Baca juga: Polri Ungkap Peran Dua Anak Buah Ferdy yang Dipecat Akibat Obstruction of Justice Kasus Brigadir J
Penahanan, kata dia, adalah penempatan seseorang yang sedang menjalani proses pemeriksaan, baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan.
Penahanan juga merupakan kewenangan dari aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik, penuntut umum dan hakim.
Penahanan, lanjut dia, ada tiga bentuk, yakni berbasis rumah tahanan, tahanan rumah, dan tahanan kota.
“Ketiga-tiganya adalah penahanan, yang kalau dipahami oleh masyarakat penahanan itu terbatas pada berbasis rumah tahanan atau disebut dengan penjara,” tuturnya.
Kata Sitti, proses penahanan bertujuan untuk memastikan tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.
Sedangkan, terpidana adalah seseorang yang sudah mendapatkan keputusan pengadilan dan dihukum untuk menjalankan pemidanaan.
“Dalam kasus Ibu PC ditetapkan sebagai tersangka, dan penahanannya itu menjadi kewenangan penyidik.”
Baca juga: SOSOK Kompol Baiquni Wibowo yang Dipecat Polri, Susul Ferdy Sambo dan Chuck Putranto
Mengenai instrumen hak asasi perempuan melihat proses penahanan, ia mengacu pada Rekomendasi Umum Nomor 33, tentang akses perempuan terhadap keadilan.
“Dinyatakan dan direkomendasikan kepada negara pihak, dalam hal ini di Indonesia, bahwa penahanan sebelum persidangan itu harus menjadi pilihan terakhir dan sesingkat-singkatnya,” imbuhnya.
Jadi, lanjut Sitti, ketentuan di dalam Rekomendasi Umum Nomor 33 maupun di dalam KUHAP berlaku tidak hanya untuk Putri Candrawathi saja, tetapi berlaku untuk semua tahanan, untuk semua perempuan.
“Bahwa penahanan sebelum persidangan itu adalah langkah paling akhir dan dilakukan sesingkat mungkin.”
Pada kasus Putri, Sitti berpendapat bahwa ia tidak ditahan oleh penyidik karena alasan kemanusiaan, dibenarkan berdasarkan instrumen hak asasi perempuan.
Baca juga: Putri Candrawathi Tidak Ditahan, Keluarga Brigadir J: Itulah Hebatnya Hukum di Indonesia
“Yaitu perempuan yang sedang menjalani fungsi maternitasnya seperti hamil, menyusui, dan mengasuh anak itu tidak ditahan dan selama sebelum persidangan.”
“Dan itu Berlaku tidak hanya untuk ibu P tapi untuk semua tahanan, atau tersangka, terdakwa perempuan,” ia menegaskan.
Proses penahanan, tuturnya, harus bisa dibedakan dengan posisi perempuan sebagai terpidana.
Ketika perempuan dinyatakan bersalah oleh hakim, dan harus menjalani pemidanaan di lembaga permasyarakatan, terpidana memang diizinkan untuk mengasuh anak.
Dalam undang-undang lembaga permasyarakatan terbaru, kata Sitti, maksimal sampai usia 3 tahun, yang sebelumnya diatur maksimal 2 tahun.
“ini berarti apa? perempuan boleh membawa anaknya ke lembaga pemasyarakatan sampai anaknya berusia 3 tahun.”
Baca juga: Komnas HAM Yakin Ferdy Sambo akan Dihukum Berat, Sekalipun Dugaan Pelecehan pada Istrinya Terbukti
“Ini juga berarti negara di lembaga pemasyarakatan harus membangun lingkungan dan fasilitas yang ramah untuk anak-anak batita, agar tumbuh kembangnya dan hak anaknya tetap terpenuhi,” ungkapnya.
Menurut Sitti, kondisi ini yang harus dipahami, dan ketika anak telah berusia 3 tahun, ia harus dipisahkan dari ibunya, sementara ibunya harus menyelesaikan pemidanaan yang diputuskan oleh hakim.
Berita ini telah tayang di Kompas.tv berjudul: Putri Candrawathi Tidak Ditahan, Komnas Perempuan: Putri Tak Ditahan, Sesuai Hak Asasi
dan
Atasi Beda Perlakuan Penahanan Tersangka Wanita, Komnas Perempuan Wacanakan Dorong Pembaruan KUHAP
>