TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyinggung soal proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta pada Jumat (16/9/2022).
Pada pidatonya, ia menyebut perencanaan dalam pembangunan mega proyek seperti KCJB harus dengan perencanaan yang matang.
Dirinya menyinggung adanya penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam proyek ini.
Padahal, kata AHY, pemerintah telah berjanji tidak akan menggunakan APBN untuk pembangunan KCJB itu.
"Nilai proyeknya pun membengkak dari skema perhitungan awal. Demokrat menyarankan agar dalam membangun mega proyek, perencanaan harus matang sehingga tidak mudah berubah di tengah jalan yang bisa merugikan keuangan negara dan memberatkan pemerintah sendiri," katanya dikutip dari YouTube Kompas TV.
AHY juga menambahkan tidak elok ketika pembangunan mega proyek seperti kereta api cepat Jakarta-Bandung dibiayai melalui utang.
Baca juga: AHY Sindir Proyek IKN Nusantara di Rapimnas Partai Demokrat
Sebagai informasi, penyelesaian proyek KCJB memerlukan adanya biaya tambahan dari pemerintah.
Hal tersebut dibuktikan dengan dorongan dari China Development Bank (CDB) agar pemerintah turun tangan untuk menanggung pembengkakan biaya itu.
Dikutip dari Kompas.com, biaya KCJB membengkak menjadi 8 miliar dolar AS atau Rp 114,24 triliun di mana sebelumnya direncanakan pembiayaannya sebesar 6,07 miliar dolar AS yang sama dengan Rp 86,5 triliun.
Menurut Direktur utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo ada beberapa hambatan sehingga biaya KCJB menjadi bengkak.
Diantaranya adalah biaya pembebasan lahan yang naik, enginering, procurement, construction (EPC), relokasi jalur dan biaya lainnya sehingga terjadilah pembengkakan.
"Sejak awal di pembebasan lahan ini antara 100 juta dollar AS sampai 300 juta dollar AS, yang besar juga EPC ini di angka 600 juta dollar AS sampai 1,2 miliar dollar AS, relokasi jalur-jalur kemudian biaya financing cost sendiri," ujarnya pada 6 Juli 2022 lalu.
Baca juga: Biaya Kereta Api Cepat Membengkak, DPR Minta Pemerintah Tak Bebani APBN
Di sisi lain, GM Corporate Secretary PT KCIC Rahadian Ratry juga mengutarakan hambatan lain sehingga biaya proyek KCJB menjadi membengkak yaitu:
1. Pengadaan lahan
Biaya pengadaan lahan, kata Ratry, menjadi salah satu penyebab bengkaknya biaya proyek KCJB.
Ratry berujar proses pembebasan lahan yang memakan banyak waktu menyebabkan harga tanah turut naik.
"Akibatnya, ada penambahan biaya pengadaan lahan dari nilai awal," ujarnya.
2. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang pertama kali terjadi pada 2 Maret 2020 dan masih menghinggapi Indonesia hingga saat ini membuat perencanaan proyek menjadi terhambat.
Adanya pandemi ini, kata Ratry membuat adanya penganggaran penanganan Covid-19 yang disebutnya tidak pernah dianggarkan.
Hal ini membuat KCIC perlu melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 sesuai dengan peraturan pemerintah.
Baca juga: Saat AHY Diteriaki Presiden Oleh Kader Demokrat: Berapa Ukuran Sepatunya Itu?
3. Penggunaan frekuensi GSM-R
Perbedaan aturan dalam penggunaan frekuensi GSM-R terjadi antara Indonesia dan Cina.
Ratry mengatakan penggunaan frekuensi GSM-R di China tidak perlu membayar sedangkan di Indonesia berbeda.
4. Kondisi geologi di tunnel 2 yang tak terduga
Sebelumnya, kata Ratry, KCIC telah memetakan area tunnel 2 yaitu area clayshale dan masih dimungkinkan untuk dibangun tunnel.
Hanya saja, ketika dipraktikan di lapangan, kondisi area tunnel 2 adalah clayshale ekstrem sehingga menghambat pembangunan dan berdampak pada pembiayaan yang membengkak.
5. Instalasi listrik dan lain sebagainya
Terakhir, Ratry menyebutkan KCIC perlu biaya investasi tambahan terkait instalasi listrik dari PLN.
"Masalah anggaran ini juga berasal dari pekerjaan variation order dan financing cost serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB," pungkasnya.
Sebagai informasi, KCJB sebelumnya ditargetkan rampung pada tahun 2019 dan mundur di tahun 2022.
Namun target tersebut kembali mundur hingga tahun 2023.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)(YouTube Kompas TV)