“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadist ini menjelaskan jika bulan shafar sama seperti bulan-bulan lainnya dan tidak memiliki keistimewaan khusus.
Hadist ini juga merupakan respon Nabi Muhammad SAW terhadap tradisi yang berkembang di masa jahiliyah.
Banyak orang awam meyakini datangnya sial pada bulan shafar, dan melarang bepergian pada bulan itu.
Meyakini hal tersebut termasuk jenis thiyarah atau meyakini pertanda buruk yang dilarang.
Dengan demikian, tradisi Rebo Wekasan bukan bagian dari syariat islam.
Akan tetapi, dapat dijadikan tradisi yang positif karena menganjurkan banyak berdo'a, beribadah kepada Allah, mengajurkan banyak sedekah dan menghormati para wali yang mukasyafah.
Baca juga: Asal Usul Tradisi Rebo Wekasan, Pandangan Islam serta Hukum Shalat Rebo Wekasan
Hukum Ibadah saat Rebo Wekasan
Apabila niatnya adalah ibadah Rebo Wekasan secara khusus maka hukumnya tidak boleh dilakukan.
Karena dalam syariat Islam tidak pernah mengenal adanya ibadah Rebo Wekasan.
Apabila niat dan pelaksanaan sesuai dengan syariat hukumnya boleh, tetapi jika terjadi penyimpangan baik dalam keyakinan maupun caranya hukumnya haram.
Mengenai penjelasan adanya kesialan pada kahir bulan shafar seperti angin topan yang memusnahkan kaum 'aad yang tertulis di QS. Al Qamar: 18-20, maka hal itu merupakan salah satu peristiwa saja yang tidak terjadi terus menerus.
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)