"Artinya dengan klausul demikian, mestinya legislasi ini dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang menyeluruh dalam pemrosesan data pribadi di Indonesia," kata Djafar.
Baca juga: Formappi Sebut Pembentukan UU PDP Tidak Terbuka hingga Pasal Kontroversial
Meski telah mengakomodasi berbagai standar dan memberikan garansi perlindungan bagi subyek data, akan tetapi implementasi dari undang-undang ini berpotensi problematis.
Bahkan lebih jauh, dirinya tak memungkiri kalau UU PDP ini lemah dalam penegakan hukumnya.
"Berpotensi problematis, hanya menjadi macan kertas, lemah dalam penegakkannya," kata Djafar.
Dirinya menjelaskan perihal potensi tersebut bisa muncul, di mana hal itu hampir pasti terjadi karena ketidaksolidan dalam perumusan pasal-pasal terkait dengan prosedur penegakan hukum.
Hal itu kata dia, sebagai imbas kuatnya kompromi politik, khususnya berkaitan dengan Lembaga Pengawas Pelindungan Data Pribadi.
"Mengapa demikian? Situasi tersebut hampir pasti terjadi, akibat ketidaksolidan dalam perumusan pasal-pasal terkait dengan prosedur penegakan hukum," beber dia.
Pada dasarnya kata Djafar, Indonesia harus belajar dari praktik di banyak negara, di mana kunci efektivitas implementasi UU PDP berada pada otoritas perlindungan data.
Baca juga: Kritik UU PDP, LBH Jakarta Soroti Tiga Poin Utama: Lembaga Otoritas Harus Independen
Pihak tersebut kata dia, merupakan lembaga pengawas, yang akan memastikan kepatuhan pengendali dan pemroses data, serta menjamin pemenuhan hak-hak subjek data.
"Apalagi ketika UU PDP berlaku mengikat tidak hanya bagi sektor privat, tetapi juga badan publik (kementerian/lembaga), maka independensi dari otoritas ini menjadi mutlak adanya, untuk memastikan ketegasan dan fairness dalam penegakan hukum PDP," ucapnya.
Akan tetapi, sayangnya kata dia, meski UU PDP ditegaskan berlaku mengikat baik bagi korporasi maupun pemerintah, undang-undang tersebut justru mendelegasikan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK).
Lembaga itu memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden. Artinya otoritas ini pada akhirnya takubahnya dengan lembaga pemerintah (eksekutif) lainnya.
"Padahal salah satu mandat utamanya (UU PDP) adalah memastikan kepatuhan kementerian/lembaga yang lain terhadap UU PDP, sekaligus memberikan sanksijika institusi pemerintah tersebut melakukan pelanggaran," kata Djafar.
Atas hal itu kata dia, timbul pertanyaan besar, apakah mungkin satu institusi pemerintah memberikan sanksi pada institusi pemerintah yang lain?