Belum lagi menurut ELSAM, UU PDP juga seperti memberikan cek kosong pada Presiden dalam artian, tidak secara detail mengatur perihal kedudukan dan struktur kelembagaan otoritas ini.
"Sehingga ‘kekuatan’ dari otoritas yang dibentuk akan sangat tergantung pada ‘niat baik’ Presiden yang akan merumuskannya," tegas Djafar.
Kondisi tersebut makin problematis dengan ‘ketidaksetaraan’ rumusan sanksi yang dapat diterapkan terhadap sektor publik dan sektor privat ketika melakukan pelanggaran.
Bila melakukan pelanggaran, sektor publik hanya mungkin dikenakan sanksi administrasi yang tertuang dalam Pasal 57 ayat 2.
Baca juga: Disahkannya UU PDP Bisa Membuat Konsumen Semakin Nyaman Bertransaksi Digital
Sedangkan sektor privat, selain dapat dikenakan sanksi administrasi, juga dapat diancam denda administrasi sampai dengan 2 persen dari total pendapatan tahunan atau pada Pasal 57 ayat 3.
"Bahkan dapat dikenakan hukuman pidana denda mengacu pada Pasal 67, 68, 69, 70," ucap nya.
Atas hal itu, pihaknya berpandangan, meski rumusan penegakkan hukum pada UU PDP ini berlaku mengikat baik bagi privat maupun sektor publik, namun dalam penerapan penegakkan hukumnya berpotensi menciptakan ketidaksetaraan.
"Dengan rumusan demikian, meski disebutkan undang-undang ini berlaku mengikat bagi sektor publik dan privat, dalam kapasitas yang sama sebagai pengendali/pemroses data, namun dalam penerapannya, akan lebih bertaji pada korporasi, tumpul terhadap badan publik," tukas dia.