TRIBUNNEWS.COM - Kuasa Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening merespon adanya kabar penjemputan paksa terhadap kliennya.
Penjemputan ini disampaikan karena Lukas Enembe dua kali mangkir dari pemeriksaan.
Atas kabar ini, Roy menampiknya, ia menyakini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan melakukan penjemputan paksa kepada Lukas Enembe.
Narasi penjemputan paksa tersebut, lanjut Roy, bukan berasal dari KPK, melainkan dari luar penyidikan.
"Terkait jemput paksa, saya kira narasi ini dikembangkan di luar penyidikan."
"Karena saat saya bertemu (pimpinan) KPK beliau menghormati (status Lukas Enembe) dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah."
Baca juga: Lukas Enembe Tak Kunjung Penuhi Panggilan KPK, Novel Baswedan hingga Eks Petinggi OPM Beri Tanggapan
"Yang kedua, apa yang diperiksa kalau (orang yang terjerat maslaah hukum) dalam keadaan sakit."
"Dalam hal ini, pembicaraan itu sudah jelas kami bicarakan di Mako Brimob."
"Jadi tidak ada itu narasi KPK untuk punya upaya (penjemputan) paksa," tegas Roy, Senin (28/9/2022) dikutip dari Kompas TV.
Data Sahih
Mengutip WartaKotaLive, Selasa (27/9/2022) ketidakhadiran Lukas Enembe pun seharusnya dapat dilengkapi data yang sahih.
Namun, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, ia justru melontarkan pernyataan yang tidak ada fakta dan datanya.
Oleha karena itu, Ali meminta agar Roy dapat memberikan pembelaan yang sesuai tugas dan kapasitasnya.
"Kami berharap tersangka ataupun PH-nya memberikan pembelaan yang sewajarnya, sesuai koridor dan tugas dan kewenangannya secara profesional," jelas Ali.
Baca juga: Lukas Enembe Disebut Main Judi di Singapura saat Sakit, Pengacara: Santai-santai Cari Hiburan
Ancaman Pasal Obstruction Of Justice
Kuasa Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening bakal dikenakan pasal perintangan penyidikan alias obstruction of justice.
Adapun pengenaan pasal ini dilakukan jika kuasa hukum Enembe terbukti sengaja berusaha merintangi penyidikan KPK.
"Kalau kita ingat, memang ada pengacara dan bisa dikenakan pasal 21."
"KPK pun tidak segan untuk mengenakan Pasal 221 KUHP ataupun Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 kepada para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum (Obstruction of Justice)."
"Sepanjang kemudian nanti memang ada kesengajaan dalam proses yang sedang KPK lakukan itu kemudian menghalangi proses penyidikan," lanjut Ali Fikri.
Sebagai penasehat hukum, kata Ali, seharusnya Stefanus Roy Rening sebagai kuasa hukum bisa menjadi perantara yang baik antara klien dengan KPK.
Sehingga proses penanganan perkara dapat berjalan efektif dan efisien.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(WartaKotalive.com/Yaspen Martinus)