News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mantan Penyidik KPK Sebut Restorative Justice Tak Bisa Diterapkan di Kasus Korupsi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Wakil Ketua KPK yang baru dilantik, Johanis Tanak diminta kembali belajar terkait konsep restorative justice.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Praswad Nugraha menyebut restorative justice tidak bisa diterapkan pada penanganan kasus tindak pidana korupsi.

Karena, menurutnya, korupsi termasuk extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.

"Konsep restorative justice untuk kasus korupsi tidak bisa diterapkan, karena berdasarkan UNCAC (United Nations Convention against Corruption), kejahatan korupsi termasuk kejahatan luar biasa, bersama narkotika dan terorisme," kata Praswad dalam keterangannya, Minggu (30/10/2022).

"Jika kita terapkan restorative justice, semua pelaku korupsi akan menganggap korupsi seperti berdagang, transaksional saja, jika ketahuan dan ketangkap tinggal bayar, jika tidak ketahuan selamat," imbuhnya.

Baca juga: KPK Kaji Penerapan Restorative Justice untuk Tindak Pidana Korupsi

Ketua IM57+ Institute itu lantas menginginkan Wakil Ketua KPK yang baru dilantik, Johanis Tanak, untuk kembali belajar terkait konsep restorative justice.

Pasalnya, penerapan restorative justice dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi memang mulanya dikemukakan oleh Johanis Tanak.

"Sebaiknya Pak Johanis Tanak lebih banyak belajar lagi soal konsep restorative justice, tidak ada obat yang sama terhadap seluruh jenis kejahatan," kata Praswad.

Praswad mengingatkan, semua kejahatan tidak memiliki obat yang sama.

Dia meminta upaya mereduksi korupsi sebagai kejahatan luar biasa menjadi kejahatan biasa yang dilakukan terus menerus dihentikan.

Ia mengatakan, dampak dari korupsi dirasakan seluruh masyarakat. Selain itu, masyarakat miskin justru yang mengalami penderitaan paling besar.

"Stop berupaya terus-terusan mencoba mereduksi kejahatan tindak pidana korupsi dari kejahatan luar biasa, menjadi kejahatan biasa. Kehancuran yang diakibatkan tindak pidana korupsi efeknya sampai ke seluruh urat nadi bangsa. Dan yang paling menderita adalah rakyat miskin yg hak nya dirampas oleh para koruptor," katanya.

"Mau sampai kapan Indonesia ini terus terpuruk menjadi bangsa yang korup?" Praswad menambahkan.

Sebelumnya, Johanis Tanak pernah menyatakan gagasannya untuk menerapkan konsep restorative justice dalam kasus korupsi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini