Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ajudan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Adzan Romer menyatakan sempat diduga membawa alat perekam suara saat dimintai keterangan untuk berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik Polri di gedung Bareskrim.
Namun alat tersebut ketahuan oleh penyidik dan langsung dicopot.
Padahal Romer sudah menjelaskan kalau alat yang menempel di badannya itu bukanlah alat perekam suara.
Hanya saja, Romer tidak menjelaskan secara detail tanggal dari proses permintaan BAP itu.
"Waktu saya pemeriksaaan di Bareskrim di lantai 3. Saya berada di ruang pemeriksan paling pojok," kata Romer dalam persidangan, Senin (31/10/2022).
Baca juga: Hakim Heran Ajudan Putri Candrawathi Semuanya Laki-laki
Setelahnya, penyidik yang tidak disebutkan namanya itu fokus pada sebuah alat yang menempel di dada Romer.
Alat tersebut, kata Romer, memancarkan warna merah seperti laser sehingga Romer diduga membawa alat perekaman suara.
Padahal, Romer kepada penyidik sudah mengaku tidak membawa alat perkemaan suara seperti yang dituduhkan oleh penyidik.
"Setelah itu yang periksa saya itu berbicara 'kamu bawa alat perekam ya?' Siap tidak. Apa itu yang merah-merah di bandan kamu seperti laser," kata penyidik.
Namun, tidak mendengar penjelasan lebih lanjut dari Romer, penyidik tersebut kata dia langsung mematikan alat tersebut dan mencopot dari badan Romer.
"Terus dimatikan lampunya sama bapak itu langsung dicabut," tukas Romer.
Adzan Romer dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan atas terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (31/10/2022).
Dalam sidang tersebut, Romer membeberkan soal detik-detik penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua alias Brigadir J hingga akhirnya tewas.
Romer menyatakan, kejadian itu terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo yang beralamat di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya kata Romer, lesahan tembakan yang dia dengar itu sebanyak tiga kali, namun, dirinya tidak mengetahui secara pasti penyebab tembakan itu.
"Saya pertama dengar 3 kali. Terus saya dengar lagi tapi suaranya kaya dari depan rumah. Saya lari ke depan, saya teriak-teriak gak ada apa-apa," kata Romer dalam persidangan.
"Kamu cabut senjata, Senjata sudah ready?" tanya Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santosa.
"Siap sudah," jawab Romer.
Tak hanya itu, Romer juga mengatakan kalau senjata yang dia pegang saat itu sudah dikokang dan siap untuk menarik pelatuk.
"Saya ke depan pas di pagar ternyata gaada lagi. Lalu saya dengar suara tembakan lagi," kata Romer.
Setidaknya kata dia total ada lima tembakan yang terdengar selama rangkaian tersebut.
Hanya saja, Romer belum mengetahui, penyebab apa dan dari mana asal tembakan itu.
Setelah mendengar letusan tembakan itu, Romer menyatakan langsung mengarah masuk ke pintu dapur rumah dinas Ferdy Sambo.
"Setelah 5 tembakan kamu dengar, ngapain kamu?" tanya Hakim Wahyu.
"Saya masuk ke dalam lewat garasi samping menuju dapur. Setelah sampai situ bapak tiba-tiba keluar," ucap Romer.
Romer menyebut, kalau dirinya berpapasan dengan Sambo, namun karena terkejut, Romer lantas mengangkat senjata seakan ingin menodong atasannya itu.
"Apa yang kamu lihat ketik Ferdy Sambo keluar?" tanya Hakim.
"Bapak keluar, saya kaget saya angkat senjata," kata Romer.
"Kau todong dia?" tanya lagi hakim.
"Siap," ucap Romer.
Bukan tanpa respons, Ferdy Sambo kata Romer mengangkat tangan atas todongan yang dilakukannya.
Namun, Romer melihat tidak ada senjata yang dibawa oleh Ferdy Sambo.
"Apa kata dia (Ferdy Sambo)?" tanya majelis hakim.
"Bapak (Ferdy Sambo) angkat tangan," ucap Romer.
"Pak FS angkat tangan?" tanya lagi hakim.
"Siap pak," ucap dia.
"Berani kali kau, ada sarung tangan gak?" cecar Hakim.
"Gak ada," tukas Romer.
Diketahui, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J ini turut menyeret Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.