Sonaji berharap dari kegiatan tersebut masyarakat akan lebih tahu dan paham apa yang dilakukan Angkatan Udara dan apa manfaatnya bagi negara dan bangsa.
"Mewujudkan sebuah pertahanan dan keamanan negara itu memang mahal. Tapi itu akan terbayar lunas ketika masyarakat kita bisa tidur dengan nyenyak, tidak ada gangguan dari wahana udara, itu akan terbayar lunas semua ini," kata dia.
Sementara itu, Letda penerbang pesawat jet tempur F-16 TNI AU yang ditemui di stan, Naufal Rezky dari Skadron Udara 14 menjelaskam simulator tersebut digunakan untuk latihan internal TNI AU.
Di dalam simulator tersebut terpasang aplikasi khusus untuk pertempuran udara yang telah dikoneksikan dengan switch-switch yang ada di kokpit simulator.
Di simulator tersebut, kata dia, pengunjung benar-benar bisa melihat visualisasi di kokpit dan perasaan saat di atas.
Namun demikian, kata dia, pengunjung tidak bisa merasakan g-force atau getaran ketika menabrak awan saat menggunakan simulator tersebut.
Akhir-akhir ini, kata dia, simulator tersebut tidak digunakan untuk latihan penerbang TNI AU karena teknologi yang belum diperbarui
Sebagai gantinya, kata dia, pimpinan TNI AU mengirim penerbang-penerbang baik itu penerbang tempur, helikopter, maupun pesawat lainnya ke luar negeri untuk latihan simulator.
Mereka, kata dia, biasanya dikirim ke tiga negara secara bergantian setiap setahun sekali yakni Amerika, Turki, dan Korea.
Dengan demikian, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia tidak terhenti karena keterbatasan alat.
"Barangnya kita tidak ada, tapi orangnya yang kita datangkan ke barangnya itu, ke negara lain. Seperti yang saya sampaikan tadi, ada di Korea, Amerika, Turki biasanya dari tiga negara ini," kata dia.