TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan masyarakat atau Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) membuat pengaduan terkait dugaan penerimaan gratifikasi atau suap dalam kegiatan penambangan batu bara ilegal di Desa Santan Hulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Dalam kasus tersebut, nama Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto disebut-sebut diduga terima uang koordinasi sebesar Rp6 miliar oleh Aiptu Ismail Bolong, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda, Polda Kaltim.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, peran serta masyarakat sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sehingga, KPK membuka pintu kepada siapa saja yang hendak membuat pengaduan dan akan dipelajari pengaduan masyarakat itu.
“Tentu silakan siapa pun yang akan lapor dugaan korupsi ke KPK. Kami pasti tindaklanjuti,” kata Ali, Kamis (10/11/2022).
Namun, Ali mengingatkan masyarakat yang mau membuat pengadian ke KPK itu harus membawa data atau dokumen awal untuk memudahkan melakukan proses selanjutnya.
“Kami berharap disertai pula data awal, karena tak jarang laporan tidak memenuhi standar adminsitratif laporan sebagaimana ketentuan perundangan yang berlaku,” jelas dia.
Sehingga, kata Ali, laporan masyarakat tidak bisa berkembang meskipun KPK tentu proaktif juga dalam mencari pengayaan data dan informasi setiap kali ada laporan yang masuk.
Sebelumnya, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Iwan Sumule, sempat mendatangi Divisi Propam Polri pada Senin (7/11/2022).
Iwan membawa dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) Nomor: R/LHP-63/III/2022/ Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022.
Dalam LHP itu, terdapat keterangan Ismail Bolong pada halaman 24, bahwa uang koordinasi diberikan kepada pejabat Mabes Polri.
Antara lain Kepala Bareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto; Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri; Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri.
Baca juga: Bantahan Hendra Kurniawan soal Ismail Bolong: Itu Fitnah, Tak Kenal hingga akan Buat Laporan Polisi
Uang koordinasi diberikan setiap satu bulan sekali Rp5 miliar dalam bentuk mata uang dolar Singapura dan dolar AS.
Adapun, pembagiannya untuk Kabareskrim sebanyak Rp2 miliar (diserahkan langsung) dan sisanya Rp3 miliar diserahkan kepada Kasubdit V Dittipidter Bareskrim. Sedangkan, untuk pembagiannya tidak diketahui.
Selain itu, laporan hasil penyelidikan itu juga sudah diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam, saat itu Ferdy Sambo melalui surat Nomor: R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022.
Adapun, kesimpulan hasil penyelidikan tersebut ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).
Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim Polri, karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal.
Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur.
Sementara, sempat juga beredar video Ismail Bolong sempat beredar di media sosial yang mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa IUP di Kalimantan Timur.
Keuntungan yang diraupnya sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tiap bulannya.
Selain itu, Ismail Bolong juga mengklaim sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto yakni memberikan uang sebanyak tiga kali.
Pertama, uang disetor bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
“Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau,” kata dia.
Tapi tiba-tiba, Ismail Bolong membuat pernyataan membantah melalui video juga hingga tersebar.
Dalam video keduanya itu, Ismail Bolong memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar.
“Saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Saya pastikan berita itu saya pernah berkomunikasi dengan Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal,” kata Ismail.
Ismail Bolong mengaku kaget videonya baru viral sekarang. Makanya, ia perlu menjelaskan bahwa bulan Februari itu datang anggota Mabes Polri dari Biro Paminal Divisi Propam untuk memeriksanya.
Baca juga: Susno Duadji Respons Pengakuan Ismail Bolong soal Kabareskrim: Saya Tidak Rela, Saya Merasa Sakit
Saat itu, Ismail Bolong mengaku ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri.
“Bulan Februari itu datang anggota dari Paminal Mabes Polri memeriksa saya untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dalam penuh tekanan dari Pak Brigjen Hendra. Brigjen Hendra pada saat itu, saya komunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan membawa ke Jakarta kalau tidak melakukan testimoni,” lanjut Ismail.
Habis itu, Ismail Bolong tidak bisa bicara karena tetap diintimidasi sama Brigjen Hendra saat itu.
Akhirnya, Anggota Biro Paminal Mabes Polri memutuskan membawa Ismail Bolong ke salah satu hotel yang ada di Balikpapan.
“Sampai di hotel Balikpapan sudah disodorkan untuk baca testimoni, itu ada kertas sudah ditulis tangan nama oleh Paminal Mabes dan direkam HP dari Anggota Mabes Polri. Saya tidak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim,” ungkapnya.