TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam mengatakan proses pemantauan dan penyelidikan Tragedi Kanjuruhan yang dilakukan Komnas HAM saat ia masih menjabat banyak melibatkan korban dan berbagai kelompok di Malang.
Dalam proses tersebut, kata dia, Komnas HAM saat itu tidak hanya menggali fakta dengan meminta keterangan namun juga berdiskusi dan bekerja sama untuk memastikan keadilan dan hak korban.
Ia mengatakan berbagai proses tersebut menyebabkan jajaran Komnas HAM saat itu mendapat berbagai bukti dan ide soal jalan keadilan bisa ditempuh oleh korban, Aremania, dan masyarakat Malang.
Komnas HAM saat itu, kata dia, juga mendiskusikan dan bekerja sama terkait temuan selongsong atau gas air mata yang didapatkan korban dan Aremania.
Hal tersebut, kata dia, termasuk memilih lab untuk mengetahui kadar kimianya.
Belum lagi, lanjut dia, terkait video kunci di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan yang menunjukkan bagaimana gas air mata sampai ke lorong pintu dan keluar.
"Itu hasil kerja sama kami dengan korban dan Aremania. Tanpa kerja sama dan diskusi sama mereka, tidak mungkin kami dapat video tersebut dan mengungkapkan di publik dengan baik," kata Anam saat dihubungi pada Jumat (18/11/2022).
Selain itu, kata dia, termasuk ketika orang tua korban, Devi Athok mencabut persetujuan autopsi.
Saat itu, ia dan tim Komnas HAM berdiskusi dengan Devi sehingga akhirnya autopsi bisa dilakukan.
Anam mengatakan banyak korban dan Aremania yang berkomunikasi dengannya sejak awal untuk diskusi dan mengungkap fakta ketika itu.
Baca juga: KontraS: Investigasi Komnas HAM Minim Keterlibatan Korban Tragedi Kanjuruhan
Menurutnya hal tersebut karena banyak dari mereka yang kenal dengannya sejak masih anak-anak, karena teman sekampung, sepermainan, teman SD, SMP, dan SMA.
Selama proses pemantauan dan penyelidikan, lanjut dia, tidak waktu kecuali bersama para korban dan Aremania.
"Saya kira, klaim dari pihak tertentu bahwa kami tidak melibatkan korban, itu klaim yang tidak berdasar karena tidak berada langsung di tengah korban, secara intensif bertemu dan berdiskusi langsung di rumah-rumah korban atau komunitas korban atau Aremania secara intens dan subtansial," kata Anam.
Ia pun menegaskan saat itu Komnas HAM juga berusaha kerja maksimal secara imparsial.
Untuk itu, ia mengucapkan terima kasih banyak atas kerja sama selama proses.
"Bahkan sampai saat ini masih berkomunikasi dan berdiskusi dengan korban dan aremania untuk keadilan korban dan pemulihan," kata Anam.
Berdasarkan catatan Tribunnews.com, dalam proses pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan terkait Tragedi Kanjuruhan pihak Komnas HAM bekerja sama dengan Aremania dalam melakukan uji laboratorium terhadap selongsong gas air mata yang didapatkan saat kejadian.
Komnas HAM juga menyandingkan video kunci yang didapatkannya dari korban Tragedi Kanjuruhan dengan CCTV pintu 13 Stadion Kanjuruhan.
Proses tersebut, semakin menambah tebal keyakinan Komnas HAM bahwa persoalan utama dalam tragedi tersebut adalah gas air mata yang membuat jatuhnya banyak korban.
Selain itu, Komnas HAM juga menemui langsung ayah dari dua korban meninggal dalam tragedi tersebut yakni Devi Athok.
Setelah pertemuan tersebut, Devi Athok yang sebelumnya mencabut persetujuan untuk proses ekshumasi dan autopsi kedua anaknya, pada akhirnya menyetujui proses ekshumasi dan autopsi tersebut.
Terkini, Sekjen Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) yang juga Tim Gabungan Aremania, Andy Irfan mengatakan investigasi Komnas HAM pada tragedi Kanjuruhan minim keterlibatan korban.
"Kelemahan paling fatal menurut kami dari investigasi Komnas HAM (periode) sebelumnya adalah minim keterlibatan korban," kata Andy saat mendampingi sejumlah keluarga korban di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022).
Menurut Andy, seharusnya dalam melakukan investigasi Komnas HAM melibatkan elemen masyarakat sipil yang terkait.
"Jadi, sudah selayaknya, seharusnya dalam investigasi itu Komnas HAM melibatkan masyarakat sipil, misalnya korban, kelompok-kelompok yang berkoneksi dengan peristiwa ini," ujarnya.
Sayangnya, kata dia, investigasi Komnas HAM justru tak bisa merepresentasikan atau menjadi harapan korban untuk mencari keadilan.
"Korban merasa yang disampaikan Komnas HAM itu tidak merepsentasikan, tidak memberikan harapan upaya mencari keadilam yang selama ini diperjuangkam oleh korban," ucap Andy.