Wawancara berdurasi 45 menit itu mengalir.
Johanis bercerita, meski orangtuanya adalah asli kelahiran Toraja, dia sama sekali tak bisa menggunakan bahasa ibunya.
"Saya ini kan anak polisi, tidak lahir di Toraja, tapi tinggal di asrama polisi, bersama anak-anak lain dari seluruh Indonesia," ujar doktor hukum dari Universitas Airlangga, Surabaya ini.
Johanis lahir di Poso, Sulawesi Tengah, 23 Maret 1961.
Jenjang pendidikan dasar, dan menengah ditamatkan di pedalaman utara Teluk Bone itu.
Tahun 1983, Johanis kuliah hukum di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Baharuddin Lopa adalah salah satu dosen favoritnya.
Tak dinyana, Lopa justru jadi atasannya saat dia mulai berkarier sebagai jaksa di Gedung Bundar, Kejakgung, Jakarta.
"Saya ditunjuk jadi jaksa penyidik di kasus Bulog Gate I, di masa Pak Baharuddin Lopa jadi, jaksa agung," ujarnya, saat ditanya kasus-kasus paling berkesan saat jadi jaksa.
Karier kepemimpinannya di korps Adhyaksa dimulai 2007-2009. Dia menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Jawa Barat.
Tahun 2014 dia diamanahkan sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada 2014 dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016.
Kejari Tana Toraja, Erianto Laso’ Paundanan, adalah salah satu bawahannya saat Johanis bertugas di Palu, dan Kajati Jambi.
Sebelum mendaftar di KPK, tahun 2017, Johanis mengemban tugas sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI.
Dia juga sempat menjabat Direktur Sosial Budaya dan Pemasyarakatan pada Kejaksaan Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung RI, jadi pengajar di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung.