Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus tambang ilegal yang menyeret mantan polisi, Ismail Bolong sedang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri.
Penanganan kasus oleh Dirtipidter yang dinaungi Barekskrim itu disebut Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso takkan dilakukan secara obyektif.
Sebabnya, Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto diduga terlibat dalam kasus ini.
Dirinya disebut-sebut menjadi satu di antara beberapa pihak yang menerima dana dari Ismail Bolong untuk memuluskan konsesi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
"Kalau hanya oleh Bareskrim, sementara Kabareskrim sendiri adalah pihak yang dipersoalkan dalam masalah ini, diisukan setelah menerima dana dari Ismail Bolong, maka kerja yang dilakukan oleh Dirtipidter sekarang adalah kerja yang diragukan obyektifitasnya," kata Sugeng saat dihubungi pada Sabtu (3/12/2022).
Baca juga: Polri Gelar Pekara Kasus Ismail Bolong, Hasilnya Belum Diungkap Demi Kepentingan Investigasi
Oleh sebaab itu, Sugeng menyarankan agar kasus ini diusut oleh tim khusus (timsus) gabungan.
Timsus gabungan itu disebut Sugeng harus terdiri dari pihak internal dan eksternal Polri.
Bahkan dari internal kepolisian pun disebutnya harus terdiri dari beberapa satuan kerja, yaitu Irwasum, Bareskrim, Divisi Propam, dan Baintelkam.
Jika tidak, maka dia meragukan efektifitas dari penyidikan kasus ini.
"Tanpa pembentukan timsus gabungan internal dan eksternal, saya ragu penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan hanya oleh Bareskrim melalui Dittipidter ini akan menjadi penegakan hukum yang efektif," katanya.
Sebelumnya, beredar surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.
Dalam Poin H dokumen itu, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp 3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Selain itu, Ismail juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk dolar Amerika Serikat senilai Rp 2 miliar sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021.
Baca juga: Kapolri Pastikan Bareskrim hingga Polda Kaltim Terus Cari Ismail Bolong
Ferdy Sambo pun telah membenarkan bahwa dirinya menanda tangani LHP tersebut.
"Ya sudah benar itu suratnya," ujar Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan pada Selasa (22/11/2022).
Namun Sambo enggan merinci secara detail terkait dugaan kasus tambang ilegal yang melibatkan Kabareskrim Polri.
Dia hanya meminta untuk menanyakan hal tersebut kepada petugas yang memiliki kewenangan.
"Tanya ke pejabat yang berwenang. Kan surat itu sudah ada," kata Sambo.
Tak hanya Sambo, mantan Karopaminal Divisi Propam, Hendra Kurniawan juga membenarkan terkait laporan pemeriksaan penyelidikan terkait dugaan tambang ilegal yang berada di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
"(LHP penyelidikan) Betul ya betul," ujar Hendra di PN Jakarta Selatan pada Kamis (24/11/2022).
Kemudian dia mengaku memeriksa orang-orang yang terlibat dalam dugaan setoran uang tambang ilegal di Kalimantan Timur.
LHP itu bernomor R/ND-137/III/WAS.2.4./2022/ Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 dan ditandatangani Hendra Kurniawan.
Dalam hal tersebut, Hendra mengaku langsung yang memeriksa orang yang terlibat dalam tambang ilegal di Kalimantan Timur, yakni salah satunya Ismail Bolong.
"Betul ya saya (periksa Ismail Bolong)," kata Hendra sambil tersenyum.
Baca juga: Peran Istri & Anak Ismail Bolong Terungkap, Diduga Terlibat Transaksi Gelap Tambang Batu Bara Ilegal
Meski tak bicara banyak, Hendra menegaskan bahwa LHP yang dimaksud tidak fiktif.
"Tanyakan pada pejabat yang berwenang aja ya. Kan ada datanya, enggak fiktif," kata Hendra.
Kepala Bareskrim Komjen Agus Andrianto pun telah memberikan tanggapan atas pengakuan Sambo dan Hendra Kurniawan yang menandatangani LHP Divisi Propam terkait dugaan pemberian gratifikasi oleh Ismail Bolong.
Menurutnya, Ferdy Sambo dan Hendra saja menutupi kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Saya ini penegak hukum. Ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup. Maklumlah, kasus almarhum Brigadir Yosua aja mereka tutup-tutupi,” kata Agus pada Jumat (25/11/2022).
Menurutnya, berita acara pemeriksaan perkara (BAP) juga bisa direkayasa dan dibuat dengan penuh tekanan.
Bahkan dia mencontohkan kasus BAP Irjen Teddy Minahasa yang dicabut semua terkait kasus bisnis narkoba.
"Lihat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yosua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga,” katanya.(*)