Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satya Bumi bersama Walhi Sumatera Utara dan Green Justice Indonesia mengampanyekan ekosistem hutan Batangtoru di Tapanuli Selatan yang sedang terancam.
Hal itu dilakukan melalui diskusi dan pemutaran film dokumenter berjudul “Batangtoru: The Last Breath”, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (3/12/2022).
Direktur Green Justice Indonesia Dana Tarigan mengatakan, saat ini di Batangtoru masih terjadi deforestasi yang berdampak pada habitat orangutan Tapanuli.
"Deforestasinya makin lama makin luar biasa mengkhawatirkan. Jadi tidak hanya bicara orangutan tapi juga mengganggu ketergantungan masyarakat terhadap hutan Batangtoru dan sungainya," kata Dana, saat ditemui, Sabtu ini.
Baca juga: Program Perhutanan Sosial Dinilai Beri Rasa Keadilan bagi Masyarakat Kawasan Hutan
Selain itu, Dana mengatakan, Pemerintah setempat sembarangan dalam memberikan izin kepada perusahaan untuk beroperasi di Batangtoru.
"Izin itu sembarangan sekali dikeluarkan ya. Dimana saja bisa dikeluarkan. Termasuk juga paling besar itu kan tambang emas," jelasnya.
"Lalu ada PLTA Batangtoru yang juga berada di jantung Tapanuli itu. Lalu ada perkebunan, ada panas bumi, dan banyak sekali izin-izin itu akan keluar," sambungnya.
Dana menjelaskan, kondisi di Batangtoru akan semakin kritis jika semua perusahaan di sana serentak memperluas konsesinya.
"Banyak sekali izin-izin itu akan keluar kalau semuanya serentak memperluas konsesinya saya pikir hutan Batangtoru itu akan makin lama semakin kritis," tutur Dana.
Baca juga: Kisah Seorang Ibu Dipasung di Tengah Hutan, Lehernya Dirantai & Digembok, Kini Dirawat di Yayasan
Ia menegaskan, jika masih terus berlangsung, eksploitasi korporasi-korporasi terhadap hutan Batangtoru nantinya berpotensi hanya menyisakan 30 persen dari wilayah keseluruhan hutan tersebut.
"Kalau semua ini dieksploitasi luar biasa, bisa terjadi tinggal 30 persenan lagi lah hutan Batangtoru," ujar Dana.(*)