Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa kasus kriminal tidak dapat dilanjutkan karena pelaku mengalami gangguan jiwa.
Namun benarkah tersangka langsung bisa dibebaskan dari hukuman?
Terkait hal ini, Direktur Advokasi dan Jaringan di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi SH, MH pun berikan tanggapan.
Kondisi kejiwaan seseorang menjadi salah satu pertimbangan dalam proses pemeriksaan.
Baca juga: KUHP Baru: Seseorang Melakukan Makar Terhadap Presiden Bisa Diancam Maksimal Pidana Mati
Tapi situasi ini tidak langsung menjadikan tersangka dibebaskan dari hukuman.
“Kondisi kejiwaan seorang tersangka tindak pidana menjadi salah satu pertimbangan dalam melanjutkan proses pemeriksaan. Tapi tidak serta merta menjadikan tersangka dapat dibebaskan dari hukuman," ungkapnya pada dalam virtual media gathering, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, penilaian harus dilakukan kasus per kasus dan orang per orang, sehingga tidak dapat digeneralisasi.”
Fajri pun menambahkan jika aparat penegak hukum perlu melakukan pembuktian atas kondisi kejiwaan tersangka untuk dua hal.
Pertama, kondisi pelaku ketika terjadi tindak pidana, untuk memastikan apakah pelaku dapat mempertanggungjawabkan tindakannya atau tidak.
Kedua, kondisi pada saat pemeriksaan untuk memastikan tersangka siap diperiksa dan menentukan dukungan apa yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum.
Tujuannya agar proses pemeriksaan dapat berjalan dengan baik.
Serta infromasi yang disampaikan oleh tersangka dapat dipahami dengan baik oleh aparat penegak hukum.
Aturan ini pun sudah diatur dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP perihal dasar pemaaf yang dapat dimaknai bahwa jika seseorang mengalami gangguan kejiwaan pada saat melakukan tindak pidana.