Sehingga tidak dapat bertanggungjawab atas tindakannya itu, maka tidak dipidana.
Lalu pada Pasal 44 ayat (2) diatur bahwa hakim dapat memerintahkan pemberian pengobatan kepada orang tersebut.
"Untuk sampai kepada kesimpulan bahwa seseorang mengalami gangguan kejiwaan ketika melakukan tindak pidana tidak dapat hanya diterka atau dinilai oleh pihak awam, melainkan harus melalui pemeriksaan ahli," tegasnya.
Dan dilakukan berdasarkan prosedur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Untuk Kepentingan Penegakan Hukum.
Penilaian personal oleh ahli terkait dengan kondisi kejiwaan tersangka atau terdakwa itu juga dapat dijadikan dasar untuk aparat penegak hukum.
Untuk, memberikan dukungan layanan atau fasilitas untuk memperlancar proses pemeriksaan terhadap seseorangan dengan disabilitas mental.
"Hal ini lun sudah diatur dalam PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan,” tutupnya.