Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Dr Suparji Ahmad mendukung pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang (UU).
Dia mengapresiasi keberhasilan pemerintah dalam menciptakan produk asli bangsa Indonesia.
Menurutnya, polemik atau pro kontra pengesahan RKUHP semestinya tidak perlu terjadi sebab telah melalui prosedur sebagaimana mestinya.
“Sependapat dengan KHUP sebagai produk anak bangsa. Menurut saya polemik itu tidak perlu terjadi lagi karena itu sudah dibahas lama,” kata Suparji, Minggu (11/12/2022).
Suparji membeberkan bahwa pembahasan RKUHP sudah terbuka dilakukan, melewati banyak uji publik, sehingga ia menilai cukup responsif menyerap berbagai aspirasi dan partisipasi masyarakat dan menjadi komitmen bersama.
“Sudah diberikan ruang jadi ini yang harus dijadikan sebagai komitmen,” ucapnya.
Suparji mengatakan, terkait perbedaan pandangan terhadap isi dari materi-materi KUHP mestinya harus dipandang secara proporsional.
Ia menjelaskan KUHP yang telah disetujui itu berpijak kepada Ideologi Pancasila dan UUD 1945.
“Soal perbedaan pandangan terhadap materi-materi dalam RKUPH tadi dilihat secara proporsional dikembalikan pada batu uji nya apa? kan kita sebagai Bangsa Indonesia kan jelas batu ujinya adalah agama, ideologi Pancasila, UUD 1945, teori dan hak asasi modern yang berlaku tentang berbagai kearifan lokal atau praktik-praktik yang terjadi didalam masyarakat,” ucap Suparji.
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Keliru Minta PBB Diusir dari Indonesia Kalau Masih Kritik KUHP
Oleh karena itu, kata Suparji jika melihat dari pertimbangan dan aspek yang sudah disebutkan maka KUHP telah mengakomodir lintas kepentingan.
“Maka Jika kita memperhatikan aspek hak asasi manusia serta budaya-budaya Indonesia maka kalau kita menggunakan sudut pandang itu, saya kira RKUPH sudah mengakomodir. Jadi harus dilihat secara proporsional,” ucapnya.
Lebih lanjut Suparji berpandangan mengenai adanya kekhawatiran dari materi KUHP yang dinilai dapat mengkriminalisasi seseorang hal itu dinilai keliru.
"Kita jangan melihat pada sisi kekhawatiran terjadi suatu kriminalisasi tapi kita lihat pada perspektif semangat pencegahannya begitu bahwa dengan norma ini, maka akan bisa dicegah tindakan-tindakan yang merugikan pihak lain dan akan tercipta sebuah kehidupan demokrasi yang lebih elegan,” ucap Suparji.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie meminta kepada segenap masyarakat agar menerima RKUHP menjadi Undang-Undang.
“Saya mengajak segenap warga bangsa, sudah terima saja dulu sambil kritisisme kita jangan berhenti. Kalau ada pasal-pasal (dinilai) tidak adil, ya diajukan saja kepada Mahkamah Konstitusi,” ucap Jimly beberapa waktu lalu.
Menurut Jimly, RKUHP mendesak untuk disahkan karena KUHP dianggap yang dimiliki Indonesia pada saat ini merupakan warisan peninggalan kolonial.
Baca juga: Komnas HAM Soroti UU KUHP Baru: Banyak Ketentuan Berpotensi Timbulkan Pelanggaran HAM
“Masa sejak diusulkan diubah pada tahun 1963 sampai hari ini sudah abad ke 21, KUHP bikinan Belanda tidak berhasil digantikan oleh Bangsa Indonesia yang merdeka. Itu bikin malu,” tandas Jimly.