TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana, menjelaskan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 menyebabkan para produsen minyak goreng menghentikan produksinya.
Berdasarkan data yang dikantongi Wisnu, ada sebanyak 200 pengusaha minyak menghentikan produksinya.
"Di republik ini ada 425 merek minyak goreng yang beredar, diproduksi oleh 256 produsen, ini (perusahaan) besar dan kecil, rata-rata kecil, itu ada sekitar 200 yang kecil-kecil ini tidak produksi dan ada satu yang besar juga tidak produksi itulah yang menyebabkan kenapa kolamnya tidak terisi seperti biasanya," kata Wisnu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Wisnu, di persidangan ini, menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022.
Mengutip analisis ahli pada sidang sebelumnya, Wisnu mengatakan bahwa minyak goreng mengalami kelangkaan jika kekurangan produksi.
Ia mencontohkan, jika biasanya kolam terisi dengan 10 pompa, tapi kini hanya tujuh pompa yang beroperasi, maka kolam tersebut akan lambat terisi penuh.
"Jadi kalau yang tiga tidak jalan pompanya, otomatis untuk memenuhi itu lambat. Jadi kita paksa yang tujuh untuk lebih keras lagi mengisi, itulah yang dibilang sukarela tadi, supaya mereka men-double pompanya, agar kolam tetap penuh. Tetapi untuk men-double itu tidak mudah. Karena mereka juga mempunyai keterbatasan di kapasitas produksinya," bebernya.
Di kesempatan sama, dia juga membeberkan, belum ada sanksi yang mengikat bagi perusahaan yang tidak ikut memproduksi. Apalagi, perusahaan tersebut merupakan produsen kecil.
"Tidak ada, karena mereka tidak ekspor jadi tidak sanksi apapun yang mereka terima," ungkapnya.
Di persidangan yang sama, kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumagor, Juniver Girsang, menanggapi keterangan Indrasari Wisnu Wardana.
Menurut Juniver, regulasi HET tersebutlah yang mengakibatkan 200 pelaku usaha minyak goreng terhenti melalukan produksi.
"Dikarenakan apa? Dikarenakan mereka itu dipatok harga Rp14 ribu, sementara biaya produksinya itu sudah Rp19 ribu , oleh karenanya mereka yang selama ini tidak ekspor tentu tidak bisa melaksanakan produksi," kata Juniver Girsang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut Juniver, hal yang wajar ketika 200 produsen minyak goreng menghentikan produksinya.
Apalagi, mayoritas produsen minyak goreng yang berhenti beroperasi merupakan pelaku usaha skala kecil.