Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang direktur perusahaan swasta PT. PNJNT berinisial W (30 tahun) ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti memasukkan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) yang berasal dari Malaysia tanpa izin ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kasus ini diungkap Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pada tanggal 4 Maret 2022.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa kasus memasukkan limbah B3 atau limbah secara ilegal di wilayah NKRI adalah kejahatan serius.
”Kejahatan ini harus ditindak dan dihukum seberat-beratnya, Indonesia tidak boleh dijadikan tempat pembuangan limbah B3, limbah maupun sampah yang berasal dari negara lainnya tanpa izin,” ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam keterangannya, Minggu (18/12/2022).
Baca juga: KLHK-USAID Tingkatkan Kemitraan Perubahan Iklim Guna Mendukung FOLU Net Sink 2030 Indonesia
Kasus ini berawal dari laporan hasil patroli bersama antara Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai Tipe B Batam, Pangkalan PLP Tanjung Ubun dengan KSOP Khusus Batam.
Pada tanggal 4 Maret 2022, tim patroli mengamankan kapal MT Tutuk GT 7463 di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang membawa muatan 5.500 Metrik Ton yang diduga limbah B3.
Atas dasar laporan tersebut, Penyidik KLHK melakukan pendalaman pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) pengambilan sampel berupa minyak hitam yang diduga limbah B3, analisa sampel di laboratorium terakreditasi, penyitaan muatan kapal, penyitaan dokumen, pemeriksaan saksi-saksi dan pemeriksaan ahli.
Berdasarkan keterangan ahli diketahui bahwa hasil uji produk terhadap muatan kapal berupa minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah dan bukan sebagai bahan bakar minyak atau fuel oil.
Hak tersebut karena tidak memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar sebagaimana dipersyaratkan dalam SNI produk MFO.
Selanjutnya berdasarkan uji karakteristik, muatan kapal berupa minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah B3.
Berdasarkan hasil pulbaket ini, penyidik kemudian meningkatkannya ke penyidikan setelah terpenuhinya 2 alat bukti yang cukup.
Atas perbuatan tersebut, tersangka diduga melanggar Pasal 106 jo Pasal 69 ayat (1) huruf d jo Pasal 116 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp15.000.000.000,00.
”Penindakan kasus ini dilakukan melalui multidoor dimana penyidik KSOP Khusus Batam juga melakukan penyidikan terhadap tersangka W atas dugaan tindak pidana pelayaran yaitu mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan barang antar Pelabuhan di wilayah perairan Indonesia, mengoperasikan kapal tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim dan telah divonis Hakim Pengadilan Negeri Batam pada tanggal 12 Desember 2022 dengan pidana percobaan 6 (enam) bulan dan denda Rp.100.000.000,00,” jelas Yazid.